BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada hakekatnya
pembangunan adalah kegiatan memanfaatkan sumber daya alam untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Dalam proses pembangunan, tentunya dibutuhkan sumber daya yang
besar sehingga akan memberikan dampak bagi lingkungan. Seperi halnya
pembangunan mall yang marak terjadi
di kota-kota besar. Mall adalah jenis
dari pusat perbelanjaan yang secara arsitektur berupa bangunan tertutup dengan
suhu yang diatur dan memiliki jalur untuk berjalan – jalan yang teratur,
sehingga berada diantara toko – toko kecil yang saling berhadapan. Jika
dilihat, pembangunan mall terkesan di
luar kendali dan tidak memperhatikan faktor lalu lintas di sekitarnya, sehingga
dapat menimbulkan kemacetan lalu lintas. Ditambah lagi sebagian besar mall dibangun di kawasan yang padat dan
macet. Selain menyebabkan kemacetan, keberadaan mall juga terkesan sering tidak memperhatikan kondisi lingkungan
disekitarnya.
Agar
pembangunan mall tidak menyebabkan
menurunya kemampuan lingkungan yang disebabkan karena pemakaian sumber daya
yang tidak terkendali dan dapat menyebabkan dampak negatif, maka diciptakan
suatu perencanaan dengan mempertimbangkan lingkungan. AMDAL adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan / atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan / atau kegiatan di Indonesia. Agar
pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan,
pengawasan dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Dengan AMDAL, suatu rencana
pembangunan diharapkan dapat meminimalkan kemungkinan dampak negatif terhadap
lingkungan hidup dan mengembangkan dampak positif, sehingga sumber daya alam
dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka yang menjadi pokok
permasalahan adalah bagaimana dampak yang ditimbulkan dari pembangunan mall Cimanggis Square dan bagaimana
peranan AMDAL dalam mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari pembangunan
mall Cimanggis Square.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Pengertian Lingkungan Hidup
Selama ini kita mengenal dan menyebut istilah
“lingkungan hidup” sebagai “lingkungan” saja yang maksudnya adalah lingkungan
hidup bagi manusia. Pengertian lingkungan hidup antara lain sebagai berikut:
1. St.
Munajat Danusaputra : Lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk di
dalamnya manusia dan aktivitasnya, yang terdapat dalam ruang di mana manusia
berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan
jasad hidup lainnya.
2. Otto
Soemarwoto : Lingkungan hidup adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada
dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk
kehidupan manusia.
3. Emil
Salim : Lingkungan hidup adalah segala benda, kondisi, keadaan dan pengaruh
yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup
termasuk kehidupan manusia.
4. Pasal
1 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup : Lingkungan hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup,
termasuk manusia, dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri
kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup lain.
Komponen-komponen
lingkungan hidup tersebut terdiri dari dua jenis, yaitu komponen biotik dan
komponen abiotik. Komponen biotik adalah makhluk hidup yang meliputi hewan,
tumbuhan dan manusia. Komponen abiotik adalah benda-benda tak hidup (mati)
antara lain air, tanah, batu, udara dan cahaya matahari. Semua komponen yang
berada di dalam lingkungan hidup merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dan membentuk sistem kehidupan yang disebut ekosistem.
Antara komunitas dan
lingkungannya selalu terjadi interaksi. Interaksi ini menciptakan kesatuan
ekologi yang disebut ekosistem. Ekosistem merupakan suatu kesatuan fungsional
antara komponen biotik dan komponen abiotik. Ekosistem merupakan suatu
interaksi yang komplek dan memiliki penyusunan yang beragam.
2.1.1 Jenis-Jenis Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup terbagi menjadi beberapa jenis.
Berikut merupakan pengertian dari jenis-jenis lingkungan hidup tersebut:
1. Lingkungan
Hidup Alami
Lingkungan
hidup alami merupakan lingkungan bentukan alam yang terdiri atas berbagai
sumber alam dan ekosistem dengan komponen-komponennya, baik fisik, biologis.
Lingkungan hidup alami bersifat dinamis karena memiliki tingkat heterogenitas
organisme yang sangat tinggi.
2. Lingkungan
Hidup Binaan/Buatan
Lingkungan
hidup binaan/buatan mencakup lingkungan buatan manusia yang dibangun dengan
bantuan atau masukan teknologi, baik teknologi sederhana maupun teknologi
modern. Lingkungan hidup binaan/buatan bersifat kurang beranka ragam karena
keberadaannya selalu diselaraskan dengan kebutuhan manusia.
3. Lingkungan
Hidup Sosial
Lingkungan
hidup sosial terbentuk karena adanya interaksi sosial dalam masyarakat.
Lingkungan hidup sosial ini dapat membentuk lingkungan hidup binaan tertentu
yang bercirikan perilaku manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara
individu dan masyarakat sangat erat dan saling mempengaruhi serta saling
bergantung.
2.1.2 Mutu Lingkungan Hidup
Mutu lingkungan hidup dapat dianggap sebagai derajat
baik dan buruknya lingkungan hidup yang didalamnya terdapat sumber daya alam
yang layak dimanfaatkan manusia. Namun secara sederhana mutu lingkungan hidup
diartikan sebagai derajat kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia yang hidup di suatu wilayah secara optimal. Mutu lingkungan hidup
dibedakan berdasarkan lingkungan biofisik, sosial, ekonomi, dan budaya.
1. Lingkungan
biofisik terdiri dari komponen-komponen lingkungan hidup alamiah, yaitu biotik
dan abiotik yang saling mempengaruhi satu sama lain.
2. Lingkungan
sosial ekonomi adalah lingkungan manusia dan hubungan antar sesamanya guna
memenuhi kebutuhan hidupnya.
3. Lingkungan
budaya adalah segala kondisi, baik berupa materi (benda) maupun non materi yang
dihasilkan karena budi daya oleh manusia.
Pengertian baku mutu lingkungan hidup menurut UU No. 23
Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2.1.3 Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pengertian pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan
UU No. 23 Tahun 1997 adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup yang meliputi kebijaksanaan, penataan, pemanfaatan, pengembangan,
pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup.
1. Pandangan
Immanen dan Transenden
Didalam
ekologi, manusia dipandang sama dengan makhluk hidup yang lain. Manusia tidak
mementingkan dirinya sendiri, tetapi yang dipentingkan adalah keserasian
hubungan antara manusia dan alam. Pandangan yang demikian dinamakan pandangan immanen.
Namun, saat ini manusia dipandang berada di luar alam. Pandangan yang demikian
disebut pandangan yang transsenden.
2. Pengelolaan
Lingkungan Tugas Manusia
Hakikat
pengelolaan lingkungan hidup bukan hanya mengatur lingkungannya, tetapi
didalamnya termasuk mengatur dan mengendalikan berbagai kegiatan manusia agar
berlangsung dan berdampak dalam batas kemampuan dan keterbatasan lingkungan
untuk mendukungnya. Manusia perlu secara rutin mengelola lingkungan hidup agar
dapat memanfaatkannya secara optimal
3. Pembangunan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pengelolaan
lingkungan perlu dilakukan sejah dini agar pembangunan yang makin pesat
pelaksanaannya dapat memanfaatkan lingkungan hidup melalui penataan,
pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan.
Pembangunan tidak saja mendatangkan manfaat, tetapi juga menimbulkan resiko
terjadinya kerusakan lingkungan. Pembangunan pada hakikatnya bertujuan untuk
menimbulkan keragaman dan diversifikasi dalam kegiatan ekonomi masyarakat.
4. Tujuan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Tujuan
pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan UU No. 23 tahun 1997 adalah sebagai
berikut :
a. Tercapainya
keselarasan, keserasian, dan kesimbangan antara manusia dan lingkungan
hidupnya.
b. Terwujudnya
manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak
melindungi dan membina lingkungan hidup.
2.2 Aturan Hukum Mengenai Lingkungan
Istilah
“hukum lingkungan” merupakan konsepsi yang relatif masih baru dalam dunia
keilmuan pada umumya dan dalam lingkungan ilmu hukum pada khususnya, yang
tumbuh sejalan bersamaan dengan tumbuhnya kesadaran akan lingkungan. Dengan
tumbuhnya pengertian dan kesadaran melindungi dan memelihara lingkungan hidup
tersebut, tumbuh pula perhatian hokum terhadap lingkungan. Pemikiran untuk mengkaji
dan mengembangkan masalah lingkungan hidup di Indonesia untuk pertama kali
dimulai pada tahun 1972, ketika Mochtar Kusuma-Atmadja menyampaikan beberapa
pikiran dan sarannya tentang bagaimana pengaturan hukum mengenai masalah
lingkungan hidup manusia dengan menunjukkan betapa pentingnya peranan hukum
untuk keperluan tersebut. Adapun pengaturan hukum mengenai masalah lingkungan
hidup manusia yang perlu dipikirkan,
menurut Mochtar Kusuma Atmadja adalah sebagai berikut:
1. Peranan
hukum adalah untuk menstrukturkan keseluruhan proses sehingga kepastian dan
ketertiban terjamin. Adapun isi materi yang harus diatur ditentukan oleh ahli-ahli
dari masing-masing sektor, di samping perencanaan ekonomi dan pembangunan yang
akan memperhatikan dampak secara keseluruhan.
2.
Cara pengaturan menurut hukum
perundang-undangan dapat bersifat preventif dan represif, sedangkan mekanismenya
ada beberapa macam yang antara lain dapat berupa perijinan, insentif, denda dan
hukuman.
3. Cara pendekatan atau
penanggulangannya dapat bersifat sektoral, misalnya perencanaan kota,
pertambangan, pertanian, industri, pekerjaan umum, kesehatan dan lain-lain. Dapat
juga dilakukan secara menyeluruh dengan mengadakan undang-undang pokok mengenai
Lingkungan Hidup Manusia (Law on the
Human Environment atau Environmental
Act) yang merupakan dasar bagi pengaturan sektoral .
4. Pengaturan masalah ini dengan jalan
hukum harus disertai oleh suatu usaha penerangan dan pendidikan masyarakat
dalam soal-soal lingkungan hidup manusia. Hal ini karena pengaturan hukum hanya
akan berhasil apabila ketentuan-ketentuan atau peraturan perundang-undangan itu
di pahami oleh masyarakat dan dirasakan kegunaannya.
5.
Efektifitas pengaturan hukum masalah
lingkungan hidup manusia tidak dapat dilepaskan dari keadaan aparat
administrasi dan aparat penegak hukum sebagai prasarana efektivitas pelaksanaan
hukum dalam kenyataan hidup sehari-hari.
Hukum
lingkungan dibuat dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dan memberi manfaat
kepada masyarakat. Dengan kata lain harus ada kepastian hukum didalamnya. Dalam
pembangunan hukum lingkungan, diperlukan
adanya kepastian hukum karena kepastian hukum menghendaki bagaimana hukumnya
dilaksanakan, tanpa peduli bagaimana pahitnya (fiat justitia et pereat mundus : meskipun dunia ini runtuh hukum
harus ditegakkan). Hal ini dimaksudkan agar tercipta ketertiban dalam
masyarakat. Misalnya: “Barang siapa mencemarkan lingkungan maka ia harus
dihukum”, ketentuan ini menghendaki agar siapapun (tidak peduli jabatannya)
apabila melakukan pencemaran lingkungan maka ia harus dihukum.
A. Undang – Undang Lingkungan Hidup
Pada tahun 1982, Indonesia menyusun
undang-undang tersendiri mengenai kebijakan lingkungan hidup. Undang-undang
yang mengatur hal ini ialah undang-undang no.4 tahun 1982 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (LN 1982 Nomor 12, TLN 3215). Sejak diundangkannya UU No. 4
Tahun 1982, berbagai produk peraturan perundang-undangan resmi telah berhasil
ditetapkan sebagai kebijakan yang diharapkan dapat dijadikan pegangan dalam
setiap gerak dan langkah pembangunan yang di lakukan, baik oleh pemerintah,
masyarakat, maupun badan-badan usaha. Seiring dengan perkembangan, maka UU No.
4 Tahun 1982 direvisi dengan Undang-undang tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1997 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 No. 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699). ). Pada dasarnya, UU No 23
Tahun 1997 telah menggunakan prinsip pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan, dimana hal undang-undang ini merupakan penyempurnaan terhadap
undang-undang sebelumnya. Kemudian pemerintah memandang perlu untuk
mengeluarkan instrumen hukum yang baru guna menggantikan UU No 23 tahun 1997
mengingat berbagai perubahan situasi dan kondisi terkait permasalahan
Lingkungan Hidup yang terjadi di Indonesia. Karena itulah, perbedaan yang
paling mendasar dari UU No 23 Tahun 1997 dengan UU No 32 Tahun 2009 adalah
adanya penguatan pada UU terbaru ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan
pengelolaan Lingkungan Hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang
baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan
pencemaran dan/atau kerusakan Lingkungan Hidup serta penanggulangan dan
penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi,partisipasi,
akuntabilitas dan keadilan. Terdapat beberapa istilah dalam UU ini
antara lain:
·
Lingkungan hidup
Adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan dan mahluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk
hidup lain.
·
Pengelolaan Lingkungan hidup
Merupakan upaya terpadu untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan
hidup.
·
Pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup
Merupakan upaya sadar dan terencana
yang memadu lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam pembangunan untuk
menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan.
·
Ekosistem
Adalah tatanan unsur lingkungan hidup
dan merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi membentuk suatu
keseimbangan, stabilitas, dan produktifitas lingkungan hidup.
·
Pelestarian lingkungan hidup
Adalah rangkaian upaya upaya untuk
memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
·
Daya lingkungan
hidup
Kemampuan lingkungan hidup untuk
mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup.
·
Pelestarian daya dukung lingkungan
hidup
Merupakan rangkaian upaya untuk
melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap terhadap tekanan perubahan dan
atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu
mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lain.
·
Daya tampung lingkungan hidup
Kemampuan lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi, dan atau komponen lain yang dibuang kedalamnya.
·
Pelestarian
daya tampung lingkungan hidup
Rangkaian upaya untuk melindungi daya
tampung lingkungan hidup.
·
Sumber daya
Adalah unsur lingkungan hidup yang
teriri dari sumber daya alam baik hayati maupun non hayati, sumber daya manusia,
dan sumber daya buatan.
·
Baku mutu lingkungan hidup
Ukuran batas atau kadar mahluk hidup,
zat, energi, atau komponen yang ada dan atau unsur pencemar yang keberadaanya
dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
·
Pencemaran lingkungan hidup
Merupakan masuknya atau dimasukannya
mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh
kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang
,menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya.
·
Kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup
Merupakan ukuran batas perubahan sifat
fisik dan atau hayati yang dapat diterima.
·
Perusakan lingkungan hidup
Merupakan tindakan yang menimbulkan
perubahan langsung dan atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan atau
hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi lagi untuk
menunjang pembangunan berkelanjutan.
·
Konservasi
sumber daya alam
Adalah pengelolaan sumber daya alam tak
terbarui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumberdaya alam
terbarui untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara
dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.
·
Limbah
Sisa suatu usaha atau kegiatan.
·
Bahan berbahaya dan beracun
Merupakan bahan yang karena sifat atau
konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta mahluk hidup lain.
·
Limbah bahan
berbahaya dan beracun
Sisa suatu kegiatan yang mengandung
bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat atau konsentrasi, jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup
lain.
·
Sengketa lingkungan hidup
Merupakan sengketa yang ditimbulkan
karena adanya atau diduga adanya pencemaran dan atau perusakan lingkungan
hidup.
·
Dampak
lingkungan hidup
Pengaruh perubahan terhadap lingkungan
hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha atau kegiatan.
·
Organisasi lingkungan hidup
Organisasi yang tujuan kegiatannya di
bidang lingkungan hidup.
·
Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan hidup
Kajian mengenai dampak besar dan dan
penting suatu dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hoidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan suatu
usaha atau kegiatan.
·
Audit lingkungan hidup
Proses evaluasi terhadap
pertanggungjawaban terhadap ketaatan dalam menjaga lingkungan hidup
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup berisi:
·
Pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup dimaksudkan
untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang
terlaksananya pembangunanberkelanjutan serta dengan memperhatikan
tingkat kesadaran masyarakat serta
perkembangan lingkungan global.
·
Setiap orang mempunyai hak
yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, mempunyai hak atas
informasi yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan
lingkungan hidup dan setiap orang berhak
danberkewajiban untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup
serta berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup
serta mencegah dan menanggulangi
pencemaran dan perusakan lingkungan
hidup.
B. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan, menteri Negara lingkungan hidup memutuskan untuk mengeluarkan
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012 tentang
keterlibatan masyarakat dalam proses analisis mengenai dampak lingkungan hidup
dan izin lingkungan. Berikut merupakan isi yang terdapat dalam peraturan
tersebut:
Pasal 1
Pedoman keterlibatan masyarakat
dalam proses analisis mengenai dampak lingkungan hidup dan izin lingkungan
dimaksudkan sebagai acuan:
a.
Pelaksanaan
keterlibatan masyarakat dalam proses analisis mengenai dampak lingkungan hidup;
dan
b.
Pelaksanaan
keterlibatan masyarakat dalam proses izin lingkungan
Pasal 2
Pelaksanaan
keterlibatan masyarakat dalam proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
dan izin lingkungan dilakukan berdasarkan pronsip dasar:
a.
Pemberian
informasi yang transparan dan lengkap;
b.
Kesetaraan
posisi diantara pihak-pihak yang terlibat;
c.
Penyelesaian
masalah yang bersifat adil dan bijaksana; dan
d.
Koordinasi,
komunikasi dan kerjasama dikalangan pihka-pihak yang terkait.
Pasal 3
Pedoman
keterlibatan masyarakat dalam proses analisis mengenai dampak lingkungan hidup
dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 4
Pedoman
keterlibatan masyarakat dalam proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 memuat:
a.
Pendahuluan;
b.
Tata cara pengikutsertaan
masyarakat dalam proses analisis mengenai dampak lingkungan hidup; dan
c.
Tata cara pengikutsertaan
masyarakat dalam proses izin lingkungan.
Pasal 5
Pada saat
Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan Nomor 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan
Informasi dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 6
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 6 (enam) bulan
terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
C. Peraturan Pemerintah
Pemerintah
telah mensahkan dan mengundangkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2012
tentang Izin Lingkungan pada tanggal 23 Pebruari tahun 2012. Sejak saat itu PP
Nomor 27 Tahun 1999 tentang amdal telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
lagi.
Peraturan
ini merupakan PP pertama yang selesai dibuat dari 20 PP yang dimandatkan oleh
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPPH) harus selesai satu tahun setelah UUPPH diundangkan.
Artinya setelah hampir 3 Tahun usia UUPPH baru 1 peraturan pelaksananya berupa
PP yang diselesaikan.
Peraturan
Pemerintah tentang izin lingkungan ini telah menjawab pertanyaan para praktisi
dan istitusi pengelola lingkungan hidup di negeri ini seperti apakah wujud dari
izin lingkungan tersebut, apa bedanya dengan persetujuan kelayakan lingkungan,
rekomendasi UKL-UPL, dan izin-izin yang sudah ada selama ini seperti izin
pengelolaan limbah B3, izin land aplikasi, dan lain-lain.
Izin
lingkungan adalah izin yang wajib dimiliki setiap orang yang melakukan usaha
dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan. Dari defenisi tersebut dapat diketahui bahwa izin lingkungan
dilakukan pada saat kegiatan belum dilaksanakan dan untuk mendapatkannya
rencana usaha dan/atau kegiatan harus sudah memiliki dokumen amdal atau
formulir UKL-UPL. Izin lingkungan ini akan menjadi persyaratan dalam memperoleh
izin operasi rencana usaha dan/atau kegiatan. Jadi izin usaha tidak akan
diterbitkan jika izin lingkungan tidak ada dan izin lingkungan tidak akan
diterbitkan jika tidak ada dokumen amdal atau formulir UKL-UPL.
PP ini
mengatakan bahwa tata cara mendapatkan izin lingkungan seperti, harus
menyampaikan:
a.
Dokumen
Amdal atau formulir UKL-UPL;
b.
Dokumen
pendirian Usaha dan/atau Kegiatan; dan
c.
Profil
Usaha dan/atau Kegiatan.
Kemudian
izin lingkungan tersebut sebelum diterbitkan terlebih dahulu harus diumumkan
kepada masyarakat di lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan untuk mendapatkan
saran, pendapat dan tanggapan dari masyarakat. Saran, pendapat dan tanggapan
tersebut disampaikan oleh wakil masyarakat yang terkena dampak yang menjadi anggota
komisi penilai amdal. Penerbitan izin lingkungan dilakukan bersamaan dengan
diterbitkannya keputusan kelayakan lingkungan atau rekomendasi UKL-UPL.
Izin lingkungan ini paling tidak
memuat beberapa hal yaitu:
a.
Persyaratan
dan kewajiban yang dimuat dalam Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau
Rekomendasi UKL-UPL;
b.
Persyaratan
dan kewajiban yang ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota; dan
c.
Berakhirnya
Izin Lingkungan. Masa berlaku izin lingkungan ini sama dengan masa berlaku izin
usaha dan/atau kegiatan.
Peraturan
pemerintah ini juga mewajibkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan wajib
memiliki izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Izin ini berbeda
dari izin lingkungan. Izin lingkungan diperoleh sebelum usaha dan/atau kegiatan
beroperasi tetapi perizinan lingkungan dapat diperoleh setelah usaha dan/atau
kegiatan beroperasi. Jenis perizinan lingkungan yang diatur dalam PP ini antara
lain: izin pembuangan limbah cair, izin pemanfaatan air limbah untuk aplikasi
ke tanah, izin penyimpanan sementara limbah bahan berbahaya dan beracun, izin
pengumpulan limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pengangkutan limbah bahan
berbahaya dan beracun, izin pemanfaatan limbah bahan berbahaya dan beracun,
izin pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun, izin penimbunan limbah
bahan berbahaya dan beracun, izin pembuangan air limbah ke laut, izin dumping,
izin reinjeksi ke dalam formasi, dan/atau izin venting.
Kewenangan
Pusat, Provinsi dan kab/kota dalam hal penerbitan dan pengawasan izin lingkungan
juga diatur dengan jelas dalam PP ini. Menteri menerbitkan izin lingkungan
untuk rencana usaha dan/atau kegiatan yang Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup
atau Rekomendasi UKL-UPL diterbitkan oleh Menteri; Gubernur, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan
Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh gubernur; dan
Bupati/walikota, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi
UKL-UPL yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota.
Peraturan
Pemerintah ini juga mengatur secara detail tentang amdal karena PP ini
sekaligus juga merupakan pengganti terhadap PP nomor 27 tahun 1999 tentang
amdal. Dalam PP 27 Tahun 2012 ini dikatakan bahwa dokumen amdal yang kita kenal
selama ini terdiri dari 5 (lima) dokumen, sekarang menjadi 3 (tiga) dokumen yaitu
dokumen KA-ANDAL, dokumen ANDAL dan dokumen RKl-RPL. Kewenangan komisi penilai
amdal dan keanggotaan dalam komisi penilai amdal juga diatur secara rinci dalam
PP ini.
Peraturan
ini dengan tegas memberikan larangan kepada Pegawai Negeri Sipil Pegawai negeri
sipil yang bekerja pada instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau
kabupaten/kota menjadi penyusun amdal atau UKL-UPL kecuali dalam hal instansi
lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota bertindak sebagai
Pemrakarsa, pegawai negeri sipil dimaksud dapat menjadi penyusun amdal atau
UKL-UPL.
Salah satu
yang menarik dari PP ini adalah adanya kejelasan dalam penegakan hukum terhadap
pelanggaran amdal dan UKL-UPL. Dengan PP nomor 27 tahun 1999 sulit melakukan
penegakan hukum terhadap pelanggaran amdal dan UKL-UPL mengingat amdal dan
UKL-UPL bukan keputusan tata usaha negara (TUN). Pada PP nomor 27 Tahun 2012 ini, dimana jelas
izin lingkungan yang didalamnya termuat amdal atau UKL-UPL merupakan keputusan
TUN yang mempunyai konsekuensi hukum atas pelanggarannya sebagaimana diatur
dalam UUPPH. Jadi amdal dan UKL-UPL yang selama ini dianggap dan dalam
prakteknya hanya dibuat untuk memenuhi persyaratan mendapatkan izin
operasional, dengan PP ini maka hal itu dapat dipastikan tidak akan terulang lagi.
Pengenaan sanksi tidak hanya terhadap pemrakarsa tetapi juga kepada pemerintah.
Satu hal
yang menjadi pertanyaan dengan keluarnya PP ini adalah apakah PP merupakan juga
PP tentang amdal sebagaiman yang diamanatkan UUPPLH pada Pasal 33 yang
menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai amdal akan diatur dengan
Peraturan Pemerintah atau hanya tentang Izin lingkungan sebagaimana diamanatkan
dalam UUPPLH Pasal 41. Melihat substansi dari Peraturan Pemerintah nomor 27
Tahun 2012 dan melihat Pasal 74 dalam PP ini yang telah mencabut dan menyatakan
tidak berlaku lagi PP nomor 27 tahun 1999 tentang amdal, maka seharusnya judul
dari PP ini adalah Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Amdal dan Izin Lingkungan.
Dengan demikian selain judulnya menggambarkan isinya, sekaligus juga sejalan
dengan pemenuhan mandat UUPPLH bahwa akan ada PP yang mengatur tentang Amdal.
Dengan
demikian sejak PP ini diberlakukan, maka seluruh aktifitas penysunan dan
penilaian amdal dan pemeriksaan UKL-UPL sudah harus menyesuaikan dan
terminologi izin lingkungan sudah dapat digunakan dalam proses pengurusan izin
usaha dan/atau kegiatan. Dimana izin lingkungan akan diterbitkan bersamaan
dengan penerbitan surat keputusan kelayakan lingkungan dan rekomandasi UKL-UPL.
Dalam hal dokumen amdal, maka pemrakarsa hanya akan menyerahkan dokumen
KA-ANDAL, ANDAL dan RKL-RPL kepada Tim Teknis atau Komisi Penilai AMDAL dan
tidak wajib membuat Ringkasan Eksekutif.
D. Keputusan Gubernur
Pembangunan yang semakin meningkat akan menimbulkan dampak
terhadap lingkungan yang semakin besar dan memerlukan pengendalian sehingga
pembangunan dapat dilaksanakan secara berkelanjutan. Pengaduan
masyarakat atas kasus pencemaran maupun kerusakan lingkungan semakin meningkat
sejalan dengan perkembangan pembangunan yang pesat dan meningkatnya kesadaran
masyarakat tentang hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik. Diperlukan upaya penting
dalam pengendalian dampak lingkungan adalah melakukan pengelolaan pengaduan
kasus pencemaran maupun kerusakan lingkungan dan dalam
rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan lingkungan, perlu
menetapkan Mekanisme Penanganan Pencemaran Lingkungan Hidup dengan keputusan
Gubernur.
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Ruang lingkup mekanisme penanganan pencemaran lingkungan
hidup meliputi:
a. penanganan
pencemaran lingkungan hidup dengan cara biasa;
b. penanganan
pencemaran lingkungan hidup secara dini (tindakan darurat);
c. pelaksana
utama/ujung tombak kegiatan ini berada pada tingkat Kotamadya/Kabupaten Adm.
Kepulauan Seribu.
Pasal 3
1. Penanganan
pencemaran lingkungan hidup dengan cara biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 huruf a melalui koordinasi antara instansi yang bertanggung jawab di bidang
lingkungan hidup wilayah kotamadya/kabupaten administrasi Kepulauan Seribu.
2. Penanganan
pencemaran lingkungan hidup dengan cara dini (tindakan darurat) sebagaimana
dimaksud dengan Pasal 2 huruf b, melakukan tindakan langsung bila terjadinya
bahaya besar dan menelan korban jiwa.
LAPORAN MASYARAKAT
Pasal 4
1. Laporan
masyarakat di bidang lingkungan hidup sebagaimana dimaksud Pasal 2 dapat
bersifat lokal dan lintas Kotamadya/Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu;
2. Laporan
masyarakat di bidang lingkungan hidup dikategorikan bersifat lokal apabila
lokasi kegiatan dan/atau usaha serta dampak lingkungannya berada di dalam
wilayah suatu wilayah Kotamadya/ Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu;
3. Laporan
Masyarakat di bidang lingkungan hidup dikategorikan bersifat lintas
Kotamadya/Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu apabila lokasi kegiatan
dan/atau usaha serta dampak lingkungannya meliputi dua atau Kotamadya/Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu;
4. Laporan
masyarakat di bidang lingkungan hidup dikategorikan bersifat lintas
Kotamadya/Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu atau tingkat Provinsi apabila
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a. Pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan yang telah terjadi telah mengakibatkan korban
jiwa;
b. Pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan dan dampaknya melintasi batas Provinsi;
c. Pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan yang disebabkan oleh limbah bahan berbahaya dan
beracun;
d. Pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan di luar wilayah laut 4 s.d. 12 mil.
INSTANSI
PENERIMA PENGADUAN
Pasal 5
1. Instansi
penerima pengaduan adalah:
a. Instansi
Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup di
tingkat Pemerintah Provinsi;
b. Instansi
Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup di
tingkat Pemerintah Kotamadya/Kabupaten Administrasi kepulauan Seribu.
2. Pejabat
penerima laporan yang bersifat lokal pada instansi penerima pengaduan
sebagaimana dimaksud ayat (1) di tingkat wilayah adalah:
a. Lurah, di
kelurahan yang diduga terjadi pencemaran lingkungan;
b. Camat, di
Kecamatan yang diduga terjadi pencemaran lingkungan;
c. Kasudin
Perindag Wilayah;
d. Kasudin
Pariwisata Wilayah;
e. Kasudin
Kesehatan Wilayah;
f. Kasudin
Pengairan PU Wilayah;
g. Kasudin Jalan
PU Wilayah;
h. Kasudin
Peternakan, Perikanan dan Kelautan Wilayah;
i.
Kasudin Pertambangan Wilayah;
j.
Kasudin Kebersihan Wilayah;
k. Kasudin
Perumahan Wilayah;
l.
Kasudin Tata Kota Wilayah;
m. Kasudin P2B
Wilayah;
n. Kepala BPLHD
Wilayah;
o. Walikotamadya/Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu atau Kepala instansi pemerintah yang bertanggung
jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup di daerah Kotamadya/Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu.
3. Pejabat
penerima laporan di tingkat Provinsi adalah:
a. Gubernur
Provinsi DKI Jakarta;
b. Kepala BPLHD
Provinsi DKI Jakarta;
c. Kepala Dinas
Perindag Provinsi DKI Jakarta;
d. Kepala Dinas
Pariwisata Provinsi DKI Jakarta;
e. Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi DKI Jakarta;
f. Kepala Dinas
Pengairan PU Provinsi DKI Jakarta;
g. Kepala Dinas
Jalan PU Provinsi DKI Jakarta;
h. Kepala Dinas
Peternakan, Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta;
i.
Kepala Dinas Pertambangan Provinsi DKI
Jakarta;
j.
Kepala Dinas Kebersihan Provinsi DKI
Jakarta;
k. Kepala
Perumahan Provinsi DKI Jakarta;
l.
Kepala Dinas Tata Kota Provinsi DKI
Jakarta;
m. Kepala Dinas
P2B Provinsi DKI Jakarta;
n. Kepala Biro ASP
Provinsi DKI Jakarta.
4. Pejabat
penerima laporan yang bersifat lintas Kotamadya/Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu pada instansi penerima pengaduan sebagaimana dimaksud ayat (1)
adalah Gubernur atau Kepala instansi pemerintah yang bertanggung jawab di
bidang pengelolaan lingkungan hidup di Daerah Provinsi untuk pengaduan
masyarakat di bidang lingkungan hidup.
TATA LAKSANA
PENGAJUAN LAPORAN
Pasal 6
1. Apabila
masyarakat yang mengetahui atau menduga telah terjadinya suatu pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup dapat melaporkan kepada:
a. Pejabat
pemerintahan terdekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 untuk laporan
masyarakat di bidang lingkungan hidup bersifat lokal;
b. Pejabat
pemerintah di tingkat provinsi sebagaimana dimaksud pasal 5 ayat 2 untuk
laporan masyarakat yang bersifat lintas wilayah;
c. Pejabat
pemerintah di tingkat provinsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 3 untuk
masyarakat yang bersifat lintas wilayah.
2. Laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara lisan atau
tertulis.
Pasal 7
1. Dalam laporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) pelapor harus memberikan informasi
yang jelas tentang adanya pencemaran;
2. Apabila pelapor
memiliki data-data pendukung seperti photo, peta, hasil analisa laboratorium,
dan lain-lainnya dapat disertakan atau dilampirkan pada pengaduan.
TATA LAKSANA
PENGELOLAAN LAPORAN
Pasal 8
1. Petugas
pengelola laporan pada instansi penerima laporan pencemaran lingkungan
selanjutnya mempelajari data-data pengaduan untuk menentukan klasifikasi
pengaduan.
2. Hasil
klasifikasi laporan pencemaran lingkungan hidup dan langkah penanganannya dikategorikan
menjadi:
a. Bukan laporan
pencemaran lingkungan hidup.
b. Setelah melalui
verifikasi ternyata laporan pencemaran lingkungan oleh masyarakat benar.
Pasal 9
Untuk menyelesaikan laporan masyarakat tentang pencemaran
lingkungan hidup dibentuk Tim Penanganan Pencemaran Lingkungan Hidup Tingkat
Kotamadya/Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dan Tim Penanganan Pencemaran
Lingkungan Hidup Tingkat Provinsi yang ditetapkan dengan keputusan Gubernur
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Pasal 10
Hasil temuan Tim Penanganan Pencemaran Lingkungan Hidup
dapat berupa:
a. Tidak merupakan
kasus lingkungan tetapi permasalahan sosial lainnya seperti sengketa tanah,
kecemburuan sosial dan sebagainya;
b. Tidak terjadi
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, tetapi telah terjadi
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan/atau perizinan di bidang
lingkungan hidup;
c. Telah terjadi
pelanggaran yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
yang diselesaikan dengan perdata atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan;
d. Telah terjadi
pelanggaran yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
maka penyelesaiannya diserahkan kepada Polisi dan PPNS untuk dilakukan
penyidikan.
2.3 Pengertian AMDAL
AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan. AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan
keputusan. Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi,
sosial- ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap
studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. AMDAL adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan
(Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan).
Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai
sasaran yang diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan.
Peraturan pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah
salah satu syarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib
mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan.
AMDAL digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberian
ijin usaha dan/atau kegiatan.
2.3.1 Dampak Industri Terhadap Lingkungan
Pada dasarnya kegiatan suatu
industri adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output).
Keluaran yang dihasilkan suatu industri adalah berupa produk yang diinginkan
beserta limbah. Limbah dapat yang bernilai ekonomis sehingga dapat
dijual atau dipergunakan kembali dan yang
tidak bernilai ekonomis yang akan menjadi beban lingkungan. Limbah ini
dikeluarkan melalui media udara, air
dan tanah yang merupakan komponen ekosistem alam.
Lingkungan, yang merupakan wadah
penerima akan menyerap bahan limbah
tersebut sesuai dengan kemampuan asimilasinya. Kemampuan lingkungan untuk
memulihkan diri sendiri karena interaksi pengaruh
luar, disebut daya tampung lingkungan. Daya tampung lingkungan
antara tempat yang satu dengan tempat
yang lain berbeda.
Bahan pencemar yang masuk ke dalam
lingkungan akan berinteraksi dengan satu atau lebih komponen lingkungan.
Perubahan komponen lingkungan secara fisika, kimia dan biologi sebagai akibat
dari adanya bahan pencemar akan mengakibatkan perubahan kualitas lingkungan.
Limbah yang mengandung bahan pencemar akan mengubah
kualitas bila lingkungan tersebut
tidak mampu memulihkan kondisinya sesuai dengan daya dukung yang ada
padanya. Oleh karena itu sangat perlu diketahui sifat limbah dan komponen bahan
pencemar yang terkandung dalam limbah
tersebut.
Menurut Hukum Termodinamika II
produksi dan konsumsi selalu diikuti
dengan kenaikan entropi. Terjadinya limbah dan pencemaran merupakan
manifestasi kenaikan entropi. Industri tidak dapat menghindari hukum ini. Limbah
terbentuk dari proses produksi sampai barang selesai dikonsumsi. Secara umum
dapat dikatakan semakin tinggi tingkat produksi dan konsumsi semakin tinggi
pula tingkat limbah yang terbentuk. Kota dengan tingkat hidup yang tinggi
menghasilkan limbah yang lebih besar dibanding kota dengan tingkat hidup yang
rendah.
dengan kenaikan entropi. Terjadinya limbah dan pencemaran merupakan
manifestasi kenaikan entropi. Industri tidak dapat menghindari hukum ini. Limbah
terbentuk dari proses produksi sampai barang selesai dikonsumsi. Secara umum
dapat dikatakan semakin tinggi tingkat produksi dan konsumsi semakin tinggi
pula tingkat limbah yang terbentuk. Kota dengan tingkat hidup yang tinggi
menghasilkan limbah yang lebih besar dibanding kota dengan tingkat hidup yang
rendah.
Pertumbuhan
industri pada negara-negara berkembang justru memberikan
kontribusi terhadap perusakan lingkungan. World Resource Institute menyebutkan
pada tahun 1990-an pertumbuhan industri di negara-negara berkembang mencapai
5,6% bila dibandingkan dengan pertumbuhan di negara-negara yang sudah maju
(1%) (Surna T. Djajadiningrat, 2004). Pada umumnya industri yang tumbuh di
negara berkembang adalah industri kimia, kertas, tekstil dan pertambangan, yang
merupakan industri dengan kadar pencemaran pada udara, air maupun terhadap
lahan/tanah.
kontribusi terhadap perusakan lingkungan. World Resource Institute menyebutkan
pada tahun 1990-an pertumbuhan industri di negara-negara berkembang mencapai
5,6% bila dibandingkan dengan pertumbuhan di negara-negara yang sudah maju
(1%) (Surna T. Djajadiningrat, 2004). Pada umumnya industri yang tumbuh di
negara berkembang adalah industri kimia, kertas, tekstil dan pertambangan, yang
merupakan industri dengan kadar pencemaran pada udara, air maupun terhadap
lahan/tanah.
Permasalahan lain
yang terjadi di negara berkembang adalah
belum
adanya struktur hukum dan kelembagaan yang efektif untuk mengahadapi isu
pengendalian pencemaran. Laporan terakhir menyebutkan dalam Laporan Komisi
WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan (2001) bahwa ”hanya sedikit standar
kesehatan untuk membatasi pemaparan di tempat kerja; di sebagian besar negara,
proses penetapan standar baru pada tahap mengatur praktek kerja atau pemaparan
terhadap bahan toksik tidak ada, standar-standar sering tidak diterapka oleh karena
alasan politik atau ekonomi atau oleh karena pengawasnya tidak cukup terlatih.
Tambahan pula kebutuhan-kebutuhan ijin untuk industri yang baru jarang
mencakup dampak lingkungan sehingga menjadi sulit bagi pemerintah untuk
memperkirakan efek dari penggunaan bahan kimia dan proses dari industri
tersebut.
adanya struktur hukum dan kelembagaan yang efektif untuk mengahadapi isu
pengendalian pencemaran. Laporan terakhir menyebutkan dalam Laporan Komisi
WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan (2001) bahwa ”hanya sedikit standar
kesehatan untuk membatasi pemaparan di tempat kerja; di sebagian besar negara,
proses penetapan standar baru pada tahap mengatur praktek kerja atau pemaparan
terhadap bahan toksik tidak ada, standar-standar sering tidak diterapka oleh karena
alasan politik atau ekonomi atau oleh karena pengawasnya tidak cukup terlatih.
Tambahan pula kebutuhan-kebutuhan ijin untuk industri yang baru jarang
mencakup dampak lingkungan sehingga menjadi sulit bagi pemerintah untuk
memperkirakan efek dari penggunaan bahan kimia dan proses dari industri
tersebut.
Perlu dilakukan
penetapan kualitas lingkungan untuk mengendalikan
pencemaran mengingat program industrialisasi sebagai salah satu sektor yang
memberikan andil besar terhadap perekonomian dan kemakmuran suatu bangsa
berbalik menjadi sumber bencana
2.3.2 Konsep
Industri Berwawasan Lingkungan
Usaha
pengendalian pencemaran dapat dilakukan melalui berbagai upaya. Pembangunan
industri di Indonesia lebih menitik
beratkan pada aspek pertumbuhan ekonomi
telah menjadikan pertumbuhan di sektor lain
tidak seimbang. Aspek sosial-budaya dan aspek lingkungan seperti
diabaikan. Setelah muncul berbagai masalah barulah disadari bahwa pembangunan
berkelanjutan adalah suatu keharusan. Menurut
World Comission on Environment and Development
(1987), Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi
kebutuhan masa kini tanpa mengurangi
kemampuan generasimendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Gagasan Pembangunan
berkelanjutan atau dikenal juga
dengan
pembangunan berwawasan lingkungan secara bertahap mulai dimasukkan
kedalam kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan yang selanjutnya direvisi dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 yang kemudian direvisi dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 dan direvisi kembali dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan.
pembangunan berwawasan lingkungan secara bertahap mulai dimasukkan
kedalam kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan yang selanjutnya direvisi dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 yang kemudian direvisi dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 dan direvisi kembali dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan.
1.
Peraturan Perundangan Mengenai AMDAL
Pembangunan
yang berlangsung saat ini baik langsung maupun tidak langsung
akan memberikan tekanan terhadap lingkungan
yang beresiko mencemari dan merusak lingkungan. Oleh karenanya
pembangunan seharusnya mengikuti konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu
pembangunan dilakukan tidak hanya secara fisik
tetapi juga dengan mempertimbangkan kelestarian sumberdaya alam serta kesejahteraan manusia di
sekitarnya. Gagasan Pembangunan Berkelanjutan secara bertahap mulai
dimasukkan kedalam kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional. Hal ini
terlihat dari diberlakukannya peraturan perundangan mengenai pengelolaan
lingkungan hidup.
2.
Peraturan Perundangan AMDAL pada
Sektor Industri
Industri
yang wajib melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) tercantum dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 17 tahun 2001, kegiatan bidang perindustrian pada umumnya
menimbulkan pencemaran air, udara, tanah, gangguan kebisingan, bau, dan getaran. Beberapa jenis industri menggunakan air dengan volume sangat besar, yang diperoleh baik dari sumber air tanah ataupun air permukaan. Penggunaan air ini berpengaruh terhadap sistem hidrologi sekitar. Berbagai potensi pencemaran, gangguan fisik dan gangguan pasokan air tersebut di atas menimbulkan dampak sosial. Beberapa jenis industri yang sudah memiliki teknologi memadai untuk mengatasi dampak negatif yang muncul, sehingga tidak termasuk dalam daftar berikut, tetapi menggunakan areal yang luas tetap wajib dilengkapi dengan AMDAL (nomor 15), terdiri dari:
(AMDAL) tercantum dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 17 tahun 2001, kegiatan bidang perindustrian pada umumnya
menimbulkan pencemaran air, udara, tanah, gangguan kebisingan, bau, dan getaran. Beberapa jenis industri menggunakan air dengan volume sangat besar, yang diperoleh baik dari sumber air tanah ataupun air permukaan. Penggunaan air ini berpengaruh terhadap sistem hidrologi sekitar. Berbagai potensi pencemaran, gangguan fisik dan gangguan pasokan air tersebut di atas menimbulkan dampak sosial. Beberapa jenis industri yang sudah memiliki teknologi memadai untuk mengatasi dampak negatif yang muncul, sehingga tidak termasuk dalam daftar berikut, tetapi menggunakan areal yang luas tetap wajib dilengkapi dengan AMDAL (nomor 15), terdiri dari:
a. Industri Semen (yang dibuat melalui produksi klinker)
b. Industri
pulp atau industri kertas yang terintegrasi dengan industri pulp (tidak termasuk pulp dari kertas bekas dan pulp dari
industri kertas budaya)
c. Industri petrokimia hulu
d. Industri
pembuatan besi dasar atau baja dasar (iron and steel making)
meliputi usaha pembuatan besi dan baja dalam bentuk dasar seperti pellet
bijih besi, besi spons, besi kasar/pig iron, paduan besi/alloy, ingot
baja, pellet baja, baja bloom, dan
baja slab.
e. Industri pembuatan timah (Pb) dasar termasuk industri daur ulang.
f. Industri
pembuatan tembaga (Cu) dasar/katoda tembaga (bahan baku dari Cu konsentrat).
g. Industri pembuatan alumunium dasar (bahan baku dari alumina)
h. Kawasan industri (termasuk komplek industri terintegrasi)
i.
Industri galangan kapal dengan
sistem graving dock
j.
Industri pesawat terbang
k. Industri senjata, amunisi dan bahan peledak
l.
Industri baterai kering (yang
menggunakan merkuri/Hg).
m.
Industri baterai basah
(akumulator listrik).
2.3.3 Kegunaan AMDAL
1. Bahan
bagi perencanaan pembangunan wilayah.
2. Membantu
proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana
usaha dan/atau kegiatan.
3. Memberi
masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau
kegiatan.
4. Memberi
masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
5. Memberi
informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha
dan atau kegiatan.
6. Memberikan
alternatif solusi minimalisasi dampak negatif.
7.
Digunakan untuk mengambil keputusan
tentang penyelenggaraan/pemberi ijin usaha dan/atau kegiatan.
2.3.4 Pihak-Pihak yang Menyusun AMDAL
Dokumen AMDAL harus
disusun oleh pemrakarsa suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.Dalam penyusunan
studi AMDAL, pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk menyusunkan dokumen
AMDAL. Penyusun dokumen AMDAL harus telah memiliki sertifikat Penyusun AMDAL
dan ahli di bidangnya. Ketentuan standar minimal cakupan materi penyusunan
AMDAL diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal Nomor 09/2000.
Pihak-pihak yang
terlibat dalam proses AMDAL adalah Komisi Penilai AMDAL, pemrakarsa, dan
masyarakat yang berkepentingan. Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang
bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di Kementerian
Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi
pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan
di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota.
Unsur pemerintah
lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diusahakan
terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan
Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup, sementara anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan
kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota
Pemrakarsa adalah orang
atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan yang akan dilaksanakan. Masyarakat yang berkepentingan adalah
masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL
berdasarkan alasan-alasan antara lain sebagai berikut: kedekatan jarak tinggal
dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor
pengaruh sosial budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor
pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya. Masyarakat
berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena
dampak, dan masyarakat pemerhati.
2.3.5 Dampak Dari Lingkungan Yang Buruk
Salah satu dampak yang
paling dirasakan oleh manusia apabila dalam pelaksanaan amdal yang tidak
memadai ( buruk ) adalah banjir. Banjir adalah dimana suatu daerah dalam
keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang begitu besar. Sedangkan banjir
bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba yang disebabkan oleh karena
tersumbatnya sungai maupun karena pengundulan hutan disepanjang sungai sehingga
merusak rumah-rumah penduduk maupun menimbulkan korban jiwa.
Bencana banjir hampir
setiap musim penghujan melanda Indonesia. Berdasarkan nilai kerugian dan
frekuensi kejadian bencana banjir terlihat adanya peningkatan yang cukup
berarti. Kejadian bencana banjir tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor alam
berupa curah hujan yang diatas normal dan adanya pasang naik air laut.
Disamping itu faktor ulah manusia juga berperan penting seperti penggunaan
lahan yang tidak tepat (pemukiman di daerah bantaran sungai, di daerah resapan,
penggundulan hutan, dan sebagainya), pembuangan sampah ke dalam sungai,
pembangunan pemukiman di daerah dataran banjir dan sebagainya.
BAB III
METODOLOGI PENULISAN
3.1 Diagram
Alir Penulisan
Diagram
alir dalam penulisan makalah
ini merupakan gambaran tahapan yang dilakukan dalam menulis makalah. Berikut adalah
diagram alir penulisan makalah.
3.2 Penjelasan Diagram Alir Penelitian
Langkah
pertama pada penelitian tentang analisis dampak lingkungan dari adalah
inisialisasi. Inisialisasi merupakan langkah awal dari penelitian yang dimulai
dengan pemilihan tempat yang akan diteliti yang sesuai dengan kriteria yaitu
sebuah bangunan yang akan membawa dampak lingkungan bagi masyarakat yang
tinggal disekitar bangunan tersebut. Tempat
yang terpilih adalah bangunan baru di sekitar Cimanggis yaitu Mall Cimanggis
Square. Langkah kedua adalah mencari materi-materi tentang lingkungan hidup
seperti aturan hukum menenai lingkungan hidup, Undang-undang lingkungan hidup,
peraturan menteri tentang lingkungan hidup, peraturan pemerintah tentang
lingkungan hidup, teori dari buku atau sumber lain tentang lingkungan hidup,
peraturan gubernur tentang lingkungan hidup dan peraturan pemerintah tentang
lingkungan hidup. Teori tersebut merupakan landasan dari penelitian pendirian
bangunan Mall Cimanggis Square. Selain
itu materi yang dicari adalah tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Setelah melakukan itu semua langkah selanjutnya adalah membuat pertanyaan untuk
mewawancarai responden sekitar Mall Cimanggis Square. Langkah selanjutnya
setelah membuat pertanyaan yaitu melakukan survey lapangan ke Mall Cimanggis
Square Depok dengan mencari 6 responden masyarakat sekitar dan mewawancari
keenam responden tersebut apabila belum
sampai enam responden maka harus mencari responden lagi sampai mendapatkan enam
responden. Bila sudah mendapatkan 6 responden langkah selanjutnya adalah
membahas hasil wawancara tersebut dan menganalisa hasil dari teori aturan hukum
menenai lingkungan hidup, Undang-undang lingkungan hidup, peraturan menteri
tentang lingkungan hidup, peraturan pemerintah tentang lingkungan hidup, teori
dari buku atau sumber lain tentang lingkungan hidup, peraturan gubernur tentang
lingkungan hidup, peraturan pemerintah tentang lingkungan hidup dan hasil
wawancara dari keenam responden. Langkah selanjutnya adalah memberikan solusi
terbaik atau solusi pencegahan dari dampak lingkungan yang ditimbulkan dari
pembangunan Mall Cimanggis Square. Terakhir adalah membuat kesimpulan dari
penelitian tentang analisis dampak lingkungan dari pembangunan Mall Cimanggis
Square Depok.
BAB
IV
PEMBAHASAN
DAN ANALISIS
4.1 Survey
Lapangan Mall Cimanggis Square
Pembangunan mall akhir
– akhir ini semakin meningkat, seiring dengan pertumbuhan pembangunan di kota –
kota besar. Salah satunya adalah pembangunan mall Cimanggis Square yang terletak di Jl. Raya Bogor, Depok. Cimanggis
Square diresmikan oleh walikota Depok pada tanggal 30 Januari 2012. Beberapa
dampak ditimbulkan dari pembangunan Cimanggis Square ini, baik dampak negatif
maupun dampak positif. Untuk mengetahui dampak negatif dan dampak positif yang
diperoleh dari pembangunan Cimanggis Square, maka dilakukan wawancara kepada
masyarakat yang tinggal di sekitar mall tersebut.
Wawancara dilakukan kepada tiga narasumber dan berikut merupakan pertanyaan
beserta jawaban yang diperoleh dari masing – masing narasumber.
Pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan:
1. Siapa
nama anda?
2. Umur
anda berapa?
3. Anda
warga Depok asli atau pindahan?
4. Pekerjaan
anda sehari-hari apa?
5. Berapa
lama anda tinggal di daerah sekitar mall
Cimanggis Square?
6. Sudah
berapa lama mall Cimanggis Square
dibangun?
7. Anda
setuju atau tidak bila dibangun mall
Cimanggis Square?
8. Menurut
anda bagus atau tidak ada pembangunan mall
disekitar sini?
9. Bagaimana
perbedaan sebelum mall dibangun dan
sesudah mall dibangun?
10. Apa
yang anda harapkan dari pembangunan Cimanggis Square ini?
Narasumber
pertama
1. Rohadi.
2. 45
tahun.
3. Warga
Depok asli.
4. Tukang
parkir.
5. Saya
dari lahir udah disini mbak, dari jaman daerah sini masih sawah-sawah semuanya
6. Ini
bangunan baru mbak, ya kira-kira baru 1thn kurang lah.
7. Ya
setuju gak setuju sih mbak, soalnya kan kita warga kecil nih jadi gak bisa
berbuat banyak, tapi sebenernya gak setuju, ya berhubung kita warga kecil jadi
gak bisa berbuat apa-apa deh.
8. Ya
namanya ada gedung baru ya gak bagus lah mbak banyak banget dampak negatif yang
terjadi di daerah Cimanggis sini.
9. Perbedaannya
banyak mbak, ada positif sama negatifnya. Kalo ampak positifnya pertama saya
dapet pekerjaan baru walaupun jadi tukang parkir, tapi kan lumayan buat
tambah-tambah uang jajan anak, selain itu ya buat tempat hiburan aja sih. Kalo
dampak negatifnya banyak banget mbak, yaitu macet, polusi udara, kalau dirumah
saya jadi susah air, karena udah kesedot sama mall nya mungkin ya, sampah berserakan dimana-mana. Waktu hujan deras
kemarin, rumah saya kena banjir mbak, padahal sebelum ada pembangunan mall ini rumah saya jarang banget
banjir, tapi sekarang hujan sedikit saja sudah banjir.
10. Ya
saya sih berharap seharusnya dari dampak negatif yang masyarakat sini alami ya
pihak perusahaan kasih kompensasilah ke masyarakat, terus kasih sosialisasi
jangan main bangun-bangun aja, terus gak mikirin masyarakat kecil kaya kita.
Narasumber
2
1. Siti
Aminah.
2. 52
tahun.
3. Warga
Depok asli.
4. Ibu
rumah tangga.
5. Saya
dari lahir udah disini mbak.
6. Ini
bangunan baru mbak ya kira-kira baru 1 tahun kuranglah.
7. Saya
tidak setuju mbak, karena banyak sekali dampak negatif yang masyarakat sini
dapatkan.
8. Karena
saya tidak setuju ya jadi menurut pendapat saya pembangunan gedung ini tidak
bagus
9. Setelah
mall ini dibangun, lapangan kerja
jadi bertambah mbak, jadi ngurangin pengangguran deh mbak. Tapi setelah ada mall ini air tanah jadi sedikit
keluarnya mbak. Banjir juga menjadi dampak negatif dari pembangunan mall Cimanggis Square ini. Udah gitu
macet mbak, polusi lagi, soalnya siang-siang semakin banyak kendaraan bermotor
yang lewat sini. Padahal waktu mall ini
belum dibangun, air disini banget mbak.
10. Ya
kalo saya sih maunya peninggian jalan di perumahan sini aja biar gak banjir,
terus sampahnya jangan dibuang ke kali lah, soalnya pasti menyebabkan banjir,
itu aja sih yang saya harapkan.
Narasumber
3
1. Anto
Juliyansyah
2. 27thn
3. Warga
Depok asli
4. Pegawai
Swasta
5. Warga
Depok asli, saya dari lahir sudah disini.
6. Ini
bangunan baru mbak, ya kira-kira baru 1thn kurang lah.
7. Saya
tidak setuju mbak, karena makin macet aja ini jalanan.
8. Pembangunan
gedung ini membawa banyak dampak yang negatif, jadi ya tidak bagus.
9. Ya
setelah ada Cimanggis Square kota Depok semakin lebih maju semakin banyaknya
pembangunan, selain itu mempercantik kota Depok terutama di lingkungan sini.
Selain itu juga menambah lapangan kerja bagi warga Depok dan sekitarnya. Tapi
setelah ada mall, disini jadi sering
banjir mbak. Soalnya sampah yang dihasilkan dari pengunjung mall yang dibuang sembarangan membuat
kali semakin menumpuk sampah dan resapan air semakin kurang semenjak adanya
pembangunan mall ini. Apabila banjir
terjadi aktivitas warga sini menjadi terhambat, aktivitas saya juga menjadi
terhambat. Padahal sebelum adanya mall ini,
ngga kaya gitu mbak.
10. Saya
sih gak berharap banyak, ya paling tidak, banjir disini bisa dikurangilah
intensitasnya supaya aktivitas warga daerah sini tidak terganggu.
Narasumber
4
1. Susan
2. 45
tahun.
3. Warga
Depok asli.
4. Pembantu.
5. Ya,
sekitar 30 tahunan lah mbak.
6. Kalo
ngga salah sih udah 1 tahunan lah mbak.
7. Hmm,,
ya gitu deh mbak. Ada enaknya ada ngganya juga.
8. Biasa
aja deh mbak.
9. Yang
jelas setelah ada mall ini, jalanan
jadi sering macet. Udah gitu jadi rame dan berisik. Padahal dulu ngga gini
mbak.
10. Kalo
saya sih berharapnya mall ini bisa
nambah lapangan pekerjaan.
Narasumber
5
1. Retno.
2. 25
tahun.
3. Saya
aslinya orang Bandung, disini saya ngekos aja.
4. Karyawati.
5. Ya,
sekitar 3 tahunan mbak.
6. Kayanya
belum nyampe 1 tahunan deh mbak.
7. Kalo
saya sih setuju banget mbak. Soalnya saya jadi gampang beli keperluan sehari –
hari mbak.
8. Bagus
banget mbak.
9. Kalo
menurut saya, paling cuma macet doang sih mbak yang berasa. Kalo dulu sih macet
ngga begitu parah banget kaya gini mbak.
10. Saya
sih maunya mall ini lebih menyediakan
barang – barang yang lebih bagus tapi murah.
Narasumber
6
1. Agung.
2. 20
tahun.
3. Saya
aslinya tinggal di Jakarta. Saya disini ngontrak sama temen – temen satu kampus.
4. Mahasiswa.
5. Ya,
sekitar 3 tahunan mbak.
6. Belum
terlalu lama deh kayanya mbak. Kalo ngga salah belum 1 tahunan deh mbak.
7. Setuju
– setuju aja mbak.
8. Tergantung
sih mbak. Kalo dilihat dari segi ekonomi, ya bagus mbak. Soalnya, meningkatkan
pendapatan daerah. Tapi banyak juga sih dampak negatifnya.
9. Sesudah
mall ini dibangun, angkot jadi makin
banyak yang ngetem nunggu penumpang,
apalagi kalo malam minggu. Kalo sebelum ada mall
ini sih biasa – biasa aja mbak. Soalnya saya juga ngga terlalu tahu banget
daerah sini.
10. Kalo
bisa banyak menyedeakan kebutuhan – kebutuhan mahasiswa. Yaa kaya toko buku
gitu mbak. Kalo bisa, toko bukunya diperlengkap lagi persediaan bukunya.
Berdasarkan hasil wawancara yang
diperoleh, maka dapat disimpulkan dampak yang ditimbulkan dari pembangunan mall tersebut, baik dampak negatif
maupun dampak positif. Dampak negatif yang ditimbulkan dari pembangunan mall Cimanggis Square adalah
meningkatnya tingkat kemacetan di lingkungan sekitar Cimanggis Square.
Berdasarkan letaknya, mall Cimanggis
Square berada di kawasan yang padat dan macet. Hal tersebut disebabkan karena mall tersebut berdekatan dengan rumah
sakit, pabrik dan pasar tradisional. Selain itu, dampak negatif lain yang
ditimbulkan adalah menghambat gerakan angin, sehingga sirkulasi angin tidak
stabil dan selalu bergerak ke atas membawa partikel – partikel polutan ke
udara. Hal tersebut wajar saja terjadi karena setelah adanya pembangunan mall,
otomatis wilayah tersebut akan lebih ramai karena masyarakat akan
berbondong-bondong datang ke tempat tersebut sehingga jika hal itu terjadi
pasti banyak kendaraan yang berlalu-lalang didaerah tersebut, Akibatnya banyak
asap yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor, karena hal itulah maka
menyebabkan terjadinya polusi udara. Berkurangnya drainase resapan air disekitar
lingkungan mall. Maka untuk menghindari
banjir, harus dilakukan pembangunan yang berwawasan lungkungan dan kapasitas
selokan dengan lintasan air harus seimbang. Selain itu, perlu diadakan
perencaan yang terkonsep agar selokan yang dibuat dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Jika selokan beralih fungsi menjadi pembuangan sampah, maka
akibatnya akan terjadi penyumbatan sehingga saluran air tidak lancar. Selokan
juga perlu diadakan tinjauan, karena dalam waktu yang cukup lama akan terjadi
sedimentasi dalam selokan tersebut sehingga untuk menyelesaikan masalah
ini perlu diadakan pengerukan agar saluran air lancar. Timbulnya efek rumah
kaca, yang dapat terjadi apabila polusi udara yang terjadi berlebihan yang
ditimbulkan oleh asap kendaraan bermotor sehingga menyebabkan udara panas.
Selain itu, sinar matahari tidak bisa diserap secara langsung oleh tanah karena
adanya paving di mall tersebut.
Terjadinya perubahan karakteristik tanah di sekitar lingkungan mall Cimanggis Square dan dampak negatif
lainnya.
Selain dampak negatif yang ditimbulkan dari pembangunan mall Cimanggis Square, mall tersebut juga memberikan dampak
yang positif bagi lingkungan sekitar dan juga masyarakat. Dampak positif yang
diperoleh dari pembangunan mall Cimanggis
Square adalah menambah lapangan pekerjaan sehingga dapat mengurangi angka
pengangguran, menambah pendapatan keuangan daerah, menjadikan kota Depok lebih
maju dan modern, mempercantik tata letak kota Depok dan dampak positif lainnya.
4.2 Peranan
AMDAL Terhadap Pembangunan Mall
Suatu mall tidak akan berjalan apabila tidak
ada mempunyai ijin AMDAL mendirikan bangunan tersebut. Hal ini dilakukan untuk
mengkaji mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup. Dan diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan
tersebut. Untu mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dalam pembangunan
sebuah mall, maka harus diperhatikan
syarat – syarat dalam mendirikan sebuah bangunan. Menurut Penataan Pasar Modern Pasal 12 Bagian Kedua Nomor 20
Tahun 2009, syarat – syarat dalam mendirikan bangunan adalah:
1. Lokasi pendirian
pasar modern wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan
Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten, termasuk pengaturan zonasinya.
2. Penyelengaraan dan pendirian pasar
modern wajib memenuhi ketentuan,sebagai berikut:
a. Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan
pasar tradisional, usaha kecil, dan usaha menengah yang ada di wilayah yang
bersangkutan.
b. Memperhatikan jarak dengan pasar tradisional
maupun pasar modern lainnya.
c. Pasar
modern dapat dibangun dengan jarak radius terdekat dari pasar tradisional
minimal 1000 meter.
d. Menyediakan
fasilitas yang menjamin pasar modern yang bersih sehat, hygienis, aman, tertib dan ruang publik yang nyaman.
e. Menyediakan
fasilitas tempat usaha bagi usaha kecil dan menengah,pada posisi yang sama-sama
menguntungkan.
f. Menyediakan
fasilitas parkir kendaraan bermotor dan tidak bermotor yang memadai di dalam
area bangunan.
g. Menyediakan
sarana pemadam kebakaran dan jalur keselamatan bagi petugas maupun pengguna
pasar modern dan toko modern.
h. Pemberian ijin usaha pasar modern wajib memperhatikan pertimbangan
Kepala Desa/Lurah dan BPD/LPM.
i. Pendirian
Pasar Modern khususnya Minimarket diutamakan untuk diberikan kepada pelaku
usaha yang domisilinya sesuai dengan lokasi Minimarket tersebut.
3.
Perkulakan hanya boleh berlokasi pada akses sistem jaringan jalan arteri atau
kolektor primer atau arteri sekunder.
4. Hypermarket dan Pusat Perbelanjaan:
a. Hanya boleh berlokasi pada akses sistem
jaringan jalan arteri atau kolektor.
b. Tidak boleh berada pada kawasan pelayanan
lokal atau lingkungan di dalam kota/perkotaan.
5. Supermarket dan Departemen Store:
a. Tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan
jalan lingkungan.
b. Tidak boleh berada pada kawasan pelayanan
lingkungan di dalam kota/perkotaan.
6. Minimarket
a. Dapat
berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk pada sistem jaringan
lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di dalam
kota/perkotaan.
b. Jumlah minimarket untuk setiap kawasan
pelayanan lingkungan (perumahan) di dalam kota/perkotaan maksimal hanya ada 2
(dua) minimarket dalam jarak 2 km.
4.3 Analisis dan Solusi
Berdasarkan hasil survey lapangan
yang telah dilakukan, serta berdasarkan teori yang diperoleh mengenai peranan
AMDAL dalam pembangunan mall, maka
diperoleh analisis dan solusi. Dari berbagai dampak yang dapat
diketahui diatas, dapat diperoleh analisa dari segi kesehatan, lingkungan dan
sosial, bahwa pembangunan mall Cimanggis
Square yang terletak di Jl. Raya Bogor, Depok, banyak mengakibatkan gangguan
dan resiko. Mall Cimanggis Square
terletak di daerah yang padat kendaraan, ditambah lagi lokasi mall tersebut berdekatan dengan pabrik,
rumah sakit dan pasar tradisional.
Solusi yang dapat diberikan
adalah pemerintah harus lebih tegas lagi
dalam menyikapi pembangunan mall dan
berpotensi memacetkan lalu lintas. Apalagi, banyak sekali keberadaan mall yang memberikan peluang bagi
pedagang kaki lima untuk membuka lapaknya di trotoar di depan mall. Untuk pembangunan mall selanjutnya, lebih baik lebih
memperhatikan AMDAL dan syarat – syarat dalam mendirikan sebuah bangunan, guna
mengurangi dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari pembangunan tersebut. Selain
itu, dari pihak mall (Cimanggis
Square) juga harus mengambil tindakan guna mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkan dari pembangunan mall tersebut.
Tindakan yang harus dilakukan misalnya adalah membenahi jalur pintu masuk atau
keluar kendaraan, begitu juga dengan pengelolaan parker dan sistem penyeberangan
yang tidak mengganggu arus lalu lintas di tempat tersebut.
BAB
V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan dan analisis yang telah dilakukan, maka didapatkan kesimpulan bahwa
pembangunan mall Cimanggis Square
masih belum memperhatikan AMDAL dan aturan hukum mengenai lingkungan hidup. Hal
tersebut dapat dilihat dari banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan dari
pembangunan mall Cimanggis Square.