Kamis, 04 Juli 2013

TUGAS PENGETAHUAN LINGKUNGAN MALL CIMANGGIS SQUARE


BAB I
PENDAHULUAN


1.1       Latar Belakang
            Pada hakekatnya pembangunan adalah kegiatan memanfaatkan sumber daya alam untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam proses pembangunan, tentunya dibutuhkan sumber daya yang besar sehingga akan memberikan dampak bagi lingkungan. Seperi halnya pembangunan mall yang marak terjadi di kota-kota besar. Mall adalah jenis dari pusat perbelanjaan yang secara arsitektur berupa bangunan tertutup dengan suhu yang diatur dan memiliki jalur untuk berjalan – jalan yang teratur, sehingga berada diantara toko – toko kecil yang saling berhadapan. Jika dilihat, pembangunan mall terkesan di luar kendali dan tidak memperhatikan faktor lalu lintas di sekitarnya, sehingga dapat menimbulkan kemacetan lalu lintas. Ditambah lagi sebagian besar mall dibangun di kawasan yang padat dan macet. Selain menyebabkan kemacetan, keberadaan mall juga terkesan sering tidak memperhatikan kondisi lingkungan disekitarnya.
            Agar pembangunan mall tidak menyebabkan menurunya kemampuan lingkungan yang disebabkan karena pemakaian sumber daya yang tidak terkendali dan dapat menyebabkan dampak negatif, maka diciptakan suatu perencanaan dengan mempertimbangkan lingkungan. AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan / atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan / atau kegiatan di Indonesia. Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, pengawasan dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Dengan AMDAL, suatu rencana pembangunan diharapkan dapat meminimalkan kemungkinan dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan mengembangkan dampak positif, sehingga sumber daya alam dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

           
1.2       Perumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan adalah bagaimana dampak yang ditimbulkan dari pembangunan mall Cimanggis Square dan bagaimana peranan AMDAL dalam mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari pembangunan mall Cimanggis Square.

BAB II
LANDASAN TEORI


2.1       Pengertian Lingkungan Hidup
Selama ini kita mengenal dan menyebut istilah “lingkungan hidup” sebagai “lingkungan” saja yang maksudnya adalah lingkungan hidup bagi manusia. Pengertian lingkungan hidup antara lain sebagai berikut:
1.      St. Munajat Danusaputra : Lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan aktivitasnya, yang terdapat dalam ruang di mana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya.
2.      Otto Soemarwoto : Lingkungan hidup adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia.
3.      Emil Salim : Lingkungan hidup adalah segala benda, kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia.
4.      Pasal 1 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup : Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia, dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup lain.
Komponen-komponen lingkungan hidup tersebut terdiri dari dua jenis, yaitu komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik adalah makhluk hidup yang meliputi hewan, tumbuhan dan manusia. Komponen abiotik adalah benda-benda tak hidup (mati) antara lain air, tanah, batu, udara dan cahaya matahari. Semua komponen yang berada di dalam lingkungan hidup merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan membentuk sistem kehidupan yang disebut ekosistem.
Antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi. Interaksi ini menciptakan kesatuan ekologi yang disebut ekosistem. Ekosistem merupakan suatu kesatuan fungsional antara komponen biotik dan komponen abiotik. Ekosistem merupakan suatu interaksi yang komplek dan memiliki penyusunan yang beragam.

2.1.1    Jenis-Jenis Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup terbagi menjadi beberapa jenis. Berikut merupakan pengertian dari jenis-jenis lingkungan hidup tersebut:
1.      Lingkungan Hidup Alami
Lingkungan hidup alami merupakan lingkungan bentukan alam yang terdiri atas berbagai sumber alam dan ekosistem dengan komponen-komponennya, baik fisik, biologis. Lingkungan hidup alami bersifat dinamis karena memiliki tingkat heterogenitas organisme yang sangat tinggi.
2.      Lingkungan Hidup Binaan/Buatan
Lingkungan hidup binaan/buatan mencakup lingkungan buatan manusia yang dibangun dengan bantuan atau masukan teknologi, baik teknologi sederhana maupun teknologi modern. Lingkungan hidup binaan/buatan bersifat kurang beranka ragam karena keberadaannya selalu diselaraskan dengan kebutuhan manusia.
3.      Lingkungan Hidup Sosial
Lingkungan hidup sosial terbentuk karena adanya interaksi sosial dalam masyarakat. Lingkungan hidup sosial ini dapat membentuk lingkungan hidup binaan tertentu yang bercirikan perilaku manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara individu dan masyarakat sangat erat dan saling mempengaruhi serta saling bergantung.

2.1.2    Mutu Lingkungan Hidup
Mutu lingkungan hidup dapat dianggap sebagai derajat baik dan buruknya lingkungan hidup yang didalamnya terdapat sumber daya alam yang layak dimanfaatkan manusia. Namun secara sederhana mutu lingkungan hidup diartikan sebagai derajat kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang hidup di suatu wilayah secara optimal. Mutu lingkungan hidup dibedakan berdasarkan lingkungan biofisik, sosial, ekonomi, dan budaya.
1.      Lingkungan biofisik terdiri dari komponen-komponen lingkungan hidup alamiah, yaitu biotik dan abiotik yang saling mempengaruhi satu sama lain.
2.      Lingkungan sosial ekonomi adalah lingkungan manusia dan hubungan antar sesamanya guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
3.      Lingkungan budaya adalah segala kondisi, baik berupa materi (benda) maupun non materi yang dihasilkan karena budi daya oleh manusia.
            Pengertian baku mutu lingkungan hidup menurut UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2.1.3    Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pengertian pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997 adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan, penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup.
1.      Pandangan Immanen dan Transenden
Didalam ekologi, manusia dipandang sama dengan makhluk hidup yang lain. Manusia tidak mementingkan dirinya sendiri, tetapi yang dipentingkan adalah keserasian hubungan antara manusia dan alam. Pandangan yang demikian dinamakan pandangan immanen. Namun, saat ini manusia dipandang berada di luar alam. Pandangan yang demikian disebut pandangan yang transsenden.
2.      Pengelolaan Lingkungan Tugas Manusia
Hakikat pengelolaan lingkungan hidup bukan hanya mengatur lingkungannya, tetapi didalamnya termasuk mengatur dan mengendalikan berbagai kegiatan manusia agar berlangsung dan berdampak dalam batas kemampuan dan keterbatasan lingkungan untuk mendukungnya. Manusia perlu secara rutin mengelola lingkungan hidup agar dapat memanfaatkannya secara optimal


3.      Pembangunan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pengelolaan lingkungan perlu dilakukan sejah dini agar pembangunan yang makin pesat pelaksanaannya dapat memanfaatkan lingkungan hidup melalui penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan. Pembangunan tidak saja mendatangkan manfaat, tetapi juga menimbulkan resiko terjadinya kerusakan lingkungan. Pembangunan pada hakikatnya bertujuan untuk menimbulkan keragaman dan diversifikasi dalam kegiatan ekonomi masyarakat.
4.      Tujuan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Tujuan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan UU No. 23 tahun 1997 adalah sebagai berikut :
a.     Tercapainya keselarasan, keserasian, dan kesimbangan antara manusia dan lingkungan hidupnya.
b.    Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup.

2.2       Aturan Hukum Mengenai Lingkungan
Istilah “hukum lingkungan” merupakan konsepsi yang relatif masih baru dalam dunia keilmuan pada umumya dan dalam lingkungan ilmu hukum pada khususnya, yang tumbuh sejalan bersamaan dengan tumbuhnya kesadaran akan lingkungan. Dengan tumbuhnya pengertian dan kesadaran melindungi dan memelihara lingkungan hidup tersebut, tumbuh pula perhatian hokum terhadap lingkungan. Pemikiran untuk mengkaji dan mengembangkan masalah lingkungan hidup di Indonesia untuk pertama kali dimulai pada tahun 1972, ketika Mochtar Kusuma-Atmadja menyampaikan beberapa pikiran dan sarannya tentang bagaimana pengaturan hukum mengenai masalah lingkungan hidup manusia dengan menunjukkan betapa pentingnya peranan hukum untuk keperluan tersebut. Adapun pengaturan hukum mengenai masalah lingkungan hidup manusia yang perlu dipikirkan,  menurut Mochtar Kusuma Atmadja adalah sebagai berikut:
1.   Peranan hukum adalah untuk menstrukturkan keseluruhan proses sehingga kepastian dan ketertiban terjamin. Adapun isi materi yang harus diatur ditentukan oleh ahli-ahli dari masing-masing sektor, di samping perencanaan ekonomi dan pembangunan yang akan memperhatikan dampak secara keseluruhan.
2.   Cara pengaturan menurut hukum perundang-undangan dapat bersifat preventif dan represif, sedangkan mekanismenya ada beberapa macam yang antara lain dapat berupa perijinan, insentif, denda dan hukuman.
3.     Cara pendekatan atau penanggulangannya dapat bersifat sektoral, misalnya perencanaan kota, pertambangan, pertanian, industri, pekerjaan umum, kesehatan dan lain-lain. Dapat juga dilakukan secara menyeluruh dengan mengadakan undang-undang pokok mengenai Lingkungan Hidup Manusia (Law on the Human Environment atau Environmental Act) yang merupakan dasar bagi pengaturan sektoral .
4.     Pengaturan masalah ini dengan jalan hukum harus disertai oleh suatu usaha penerangan dan pendidikan masyarakat dalam soal-soal lingkungan hidup manusia. Hal ini karena pengaturan hukum hanya akan berhasil apabila ketentuan-ketentuan atau peraturan perundang-undangan itu di pahami oleh masyarakat dan dirasakan kegunaannya.
5.      Efektifitas pengaturan hukum masalah lingkungan hidup manusia tidak dapat dilepaskan dari keadaan aparat administrasi dan aparat penegak hukum sebagai prasarana efektivitas pelaksanaan hukum dalam kenyataan hidup sehari-hari.
Hukum lingkungan dibuat dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dan memberi manfaat kepada masyarakat. Dengan kata lain harus ada kepastian hukum didalamnya. Dalam pembangunan hukum lingkungan,  diperlukan adanya kepastian hukum karena kepastian hukum menghendaki bagaimana hukumnya dilaksanakan, tanpa peduli bagaimana pahitnya (fiat justitia et pereat mundus : meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Hal ini dimaksudkan agar tercipta ketertiban dalam masyarakat. Misalnya: “Barang siapa mencemarkan lingkungan maka ia harus dihukum”, ketentuan ini menghendaki agar siapapun (tidak peduli jabatannya) apabila melakukan pencemaran lingkungan maka ia harus dihukum.
A.    Undang – Undang Lingkungan Hidup
Pada tahun 1982, Indonesia menyusun undang-undang tersendiri mengenai kebijakan lingkungan hidup. Undang-undang yang mengatur hal ini ialah undang-undang no.4 tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (LN 1982 Nomor 12, TLN 3215). Sejak diundangkannya UU No. 4 Tahun 1982, berbagai produk peraturan perundang-undangan resmi telah berhasil ditetapkan sebagai kebijakan yang diharapkan dapat dijadikan pegangan dalam setiap gerak dan langkah pembangunan yang di lakukan, baik oleh pemerintah, masyarakat, maupun badan-badan usaha. Seiring dengan perkembangan, maka UU No. 4 Tahun 1982 direvisi dengan  Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1997 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 No. 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699). ). Pada dasarnya, UU No 23 Tahun 1997 telah menggunakan prinsip pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, dimana hal undang-undang ini merupakan penyempurnaan terhadap undang-undang sebelumnya. Kemudian pemerintah memandang perlu untuk mengeluarkan instrumen hukum yang baru guna menggantikan UU No 23 tahun 1997 mengingat berbagai perubahan situasi dan kondisi terkait permasalahan Lingkungan Hidup yang terjadi di Indonesia. Karena itulah, perbedaan yang paling mendasar dari UU No 23 Tahun 1997 dengan UU No 32 Tahun 2009 adalah adanya penguatan pada UU terbaru ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan Lingkungan Hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi,partisipasi, akuntabilitas dan keadilan. Terdapat beberapa istilah dalam UU ini antara lain:
·         Lingkungan hidup
Adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain.
·         Pengelolaan Lingkungan hidup
Merupakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup.
·         Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup
Merupakan upaya sadar dan terencana yang memadu lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
·          Ekosistem
Adalah tatanan unsur lingkungan hidup dan merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi membentuk suatu keseimbangan, stabilitas, dan produktifitas lingkungan hidup.
·         Pelestarian lingkungan hidup
Adalah rangkaian upaya upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
·          Daya lingkungan hidup
Kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup.
·         Pelestarian daya dukung lingkungan hidup
Merupakan rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap terhadap tekanan perubahan dan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lain.
·         Daya tampung lingkungan hidup
Kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan atau komponen lain yang dibuang kedalamnya.
·          Pelestarian daya tampung lingkungan hidup
Rangkaian upaya untuk melindungi daya tampung lingkungan hidup.
·         Sumber daya
Adalah unsur lingkungan hidup yang teriri dari sumber daya alam baik hayati maupun non hayati, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

·         Baku mutu lingkungan hidup
Ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada dan atau unsur pencemar yang keberadaanya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
·         Pencemaran lingkungan hidup
Merupakan masuknya atau dimasukannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang ,menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
·         Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
Merupakan ukuran batas perubahan sifat fisik dan atau hayati yang dapat diterima.
·         Perusakan lingkungan hidup
Merupakan tindakan yang menimbulkan perubahan langsung dan atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi lagi untuk menunjang pembangunan berkelanjutan.
·          Konservasi sumber daya alam
Adalah pengelolaan sumber daya alam tak terbarui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumberdaya alam terbarui untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.
·         Limbah
Sisa suatu usaha atau kegiatan.
·         Bahan berbahaya dan beracun
Merupakan bahan yang karena sifat atau konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.
·          Limbah bahan berbahaya dan beracun
Sisa suatu kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat atau konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.
·         Sengketa lingkungan hidup
Merupakan sengketa yang ditimbulkan karena adanya atau diduga adanya pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup.
·          Dampak lingkungan hidup
Pengaruh perubahan terhadap lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha atau kegiatan.
·         Organisasi lingkungan hidup
Organisasi yang tujuan kegiatannya di bidang lingkungan hidup.
·          Analisis Mengenai Dampak Lingkungan hidup
Kajian mengenai dampak besar dan dan penting suatu dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hoidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan suatu usaha atau kegiatan.
·         Audit lingkungan hidup
Proses evaluasi terhadap pertanggungjawaban terhadap ketaatan dalam menjaga lingkungan hidup
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup berisi:
·         Pelaksanaan   pengelolaan   lingkungan   hidup   dimaksudkan   untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunanberkelanjutan serta dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat  serta perkembangan lingkungan global.
·         Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, mempunyai hak atas informasi yang berkaitan dengan peran dalam  pengelolaan  lingkungan  hidup  dan  setiap  orang  berhak  danberkewajiban untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup serta berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta   mencegah   dan   menanggulangi  pencemaran  dan  perusakan lingkungan hidup.
B.     Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, menteri Negara lingkungan hidup memutuskan untuk mengeluarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012 tentang keterlibatan masyarakat dalam proses analisis mengenai dampak lingkungan hidup dan izin lingkungan. Berikut merupakan isi yang terdapat dalam peraturan tersebut:
Pasal 1
Pedoman keterlibatan masyarakat dalam proses analisis mengenai dampak lingkungan hidup dan izin lingkungan dimaksudkan sebagai acuan:
a.         Pelaksanaan keterlibatan masyarakat dalam proses analisis mengenai dampak lingkungan hidup; dan
b.        Pelaksanaan keterlibatan masyarakat dalam proses izin lingkungan
Pasal 2
Pelaksanaan keterlibatan masyarakat dalam proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan izin lingkungan dilakukan berdasarkan pronsip dasar:
a.         Pemberian informasi yang transparan dan lengkap;
b.        Kesetaraan posisi diantara pihak-pihak yang terlibat;
c.         Penyelesaian masalah yang bersifat adil dan bijaksana; dan
d.        Koordinasi, komunikasi dan kerjasama dikalangan pihka-pihak yang terkait.
Pasal 3
Pedoman keterlibatan masyarakat dalam proses analisis mengenai dampak lingkungan hidup dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 4
Pedoman keterlibatan masyarakat dalam proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 memuat:
a.         Pendahuluan;
b.        Tata cara pengikutsertaan masyarakat dalam proses analisis mengenai dampak lingkungan hidup; dan
c.         Tata cara pengikutsertaan masyarakat dalam proses izin lingkungan.
Pasal 5
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 6
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
C.     Peraturan Pemerintah
Pemerintah telah mensahkan dan mengundangkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan pada tanggal 23 Pebruari tahun 2012. Sejak saat itu PP Nomor 27 Tahun 1999 tentang amdal telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Peraturan ini merupakan PP pertama yang selesai dibuat dari 20 PP yang dimandatkan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPH) harus selesai satu tahun setelah UUPPH diundangkan. Artinya setelah hampir 3 Tahun usia UUPPH baru 1 peraturan pelaksananya berupa PP yang diselesaikan.
Peraturan Pemerintah tentang izin lingkungan ini telah menjawab pertanyaan para praktisi dan istitusi pengelola lingkungan hidup di negeri ini seperti apakah wujud dari izin lingkungan tersebut, apa bedanya dengan persetujuan kelayakan lingkungan, rekomendasi UKL-UPL, dan izin-izin yang sudah ada selama ini seperti izin pengelolaan limbah B3, izin land aplikasi, dan lain-lain.
Izin lingkungan adalah izin yang wajib dimiliki setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Dari defenisi tersebut dapat diketahui bahwa izin lingkungan dilakukan pada saat kegiatan belum dilaksanakan dan untuk mendapatkannya rencana usaha dan/atau kegiatan harus sudah memiliki dokumen amdal atau formulir UKL-UPL. Izin lingkungan ini akan menjadi persyaratan dalam memperoleh izin operasi rencana usaha dan/atau kegiatan. Jadi izin usaha tidak akan diterbitkan jika izin lingkungan tidak ada dan izin lingkungan tidak akan diterbitkan jika tidak ada dokumen amdal atau formulir UKL-UPL.
PP ini mengatakan bahwa tata cara mendapatkan izin lingkungan seperti, harus menyampaikan:
a.         Dokumen Amdal atau formulir UKL-UPL;
b.        Dokumen pendirian Usaha dan/atau Kegiatan; dan
c.         Profil Usaha dan/atau Kegiatan.
Kemudian izin lingkungan tersebut sebelum diterbitkan terlebih dahulu harus diumumkan kepada masyarakat di lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan untuk mendapatkan saran, pendapat dan tanggapan dari masyarakat. Saran, pendapat dan tanggapan tersebut disampaikan oleh wakil masyarakat yang terkena dampak yang menjadi anggota komisi penilai amdal. Penerbitan izin lingkungan dilakukan bersamaan dengan diterbitkannya keputusan kelayakan lingkungan atau rekomendasi UKL-UPL.
Izin lingkungan ini paling tidak memuat beberapa hal yaitu:
a.         Persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL;
b.        Persyaratan dan kewajiban yang ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota; dan
c.         Berakhirnya Izin Lingkungan. Masa berlaku izin lingkungan ini sama dengan masa berlaku izin usaha dan/atau kegiatan.
Peraturan pemerintah ini juga mewajibkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan wajib memiliki izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Izin ini berbeda dari izin lingkungan. Izin lingkungan diperoleh sebelum usaha dan/atau kegiatan beroperasi tetapi perizinan lingkungan dapat diperoleh setelah usaha dan/atau kegiatan beroperasi. Jenis perizinan lingkungan yang diatur dalam PP ini antara lain: izin pembuangan limbah cair, izin pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke tanah, izin penyimpanan sementara limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pengumpulan limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pengangkutan limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pemanfaatan limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun, izin penimbunan limbah bahan berbahaya dan beracun, izin pembuangan air limbah ke laut, izin dumping, izin reinjeksi ke dalam formasi, dan/atau izin venting.
Kewenangan Pusat, Provinsi dan kab/kota dalam hal penerbitan dan pengawasan izin lingkungan juga diatur dengan jelas dalam PP ini. Menteri menerbitkan izin lingkungan untuk rencana usaha dan/atau kegiatan yang Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL diterbitkan oleh Menteri;  Gubernur, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh gubernur; dan Bupati/walikota, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota.
Peraturan Pemerintah ini juga mengatur secara detail tentang amdal karena PP ini sekaligus juga merupakan pengganti terhadap PP nomor 27 tahun 1999 tentang amdal. Dalam PP 27 Tahun 2012 ini dikatakan bahwa dokumen amdal yang kita kenal selama ini terdiri dari 5 (lima) dokumen, sekarang menjadi 3 (tiga) dokumen yaitu dokumen KA-ANDAL, dokumen ANDAL dan dokumen RKl-RPL. Kewenangan komisi penilai amdal dan keanggotaan dalam komisi penilai amdal juga diatur secara rinci dalam PP ini.
Peraturan ini dengan tegas memberikan larangan kepada Pegawai Negeri Sipil Pegawai negeri sipil yang bekerja pada instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota menjadi penyusun amdal atau UKL-UPL kecuali dalam hal instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota bertindak sebagai Pemrakarsa, pegawai negeri sipil dimaksud dapat menjadi penyusun amdal atau UKL-UPL.
Salah satu yang menarik dari PP ini adalah adanya kejelasan dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran amdal dan UKL-UPL. Dengan PP nomor 27 tahun 1999 sulit melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran amdal dan UKL-UPL mengingat amdal dan UKL-UPL bukan keputusan tata usaha negara (TUN).  Pada PP nomor 27 Tahun 2012 ini, dimana jelas izin lingkungan yang didalamnya termuat amdal atau UKL-UPL merupakan keputusan TUN yang mempunyai konsekuensi hukum atas pelanggarannya sebagaimana diatur dalam UUPPH. Jadi amdal dan UKL-UPL yang selama ini dianggap dan dalam prakteknya hanya dibuat untuk memenuhi persyaratan mendapatkan izin operasional, dengan PP ini maka hal itu dapat dipastikan tidak akan terulang lagi. Pengenaan sanksi tidak hanya terhadap pemrakarsa tetapi juga kepada pemerintah.
Satu hal yang menjadi pertanyaan dengan keluarnya PP ini adalah apakah PP merupakan juga PP tentang amdal sebagaiman yang diamanatkan UUPPLH pada Pasal 33 yang menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai amdal akan diatur dengan Peraturan Pemerintah atau hanya tentang Izin lingkungan sebagaimana diamanatkan dalam UUPPLH Pasal 41. Melihat substansi dari Peraturan Pemerintah nomor 27 Tahun 2012 dan melihat Pasal 74 dalam PP ini yang telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi PP nomor 27 tahun 1999 tentang amdal, maka seharusnya judul dari PP ini adalah  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Amdal dan Izin Lingkungan. Dengan demikian selain judulnya menggambarkan isinya, sekaligus juga sejalan dengan pemenuhan mandat UUPPLH bahwa akan ada PP yang mengatur tentang Amdal.
Dengan demikian sejak PP ini diberlakukan, maka seluruh aktifitas penysunan dan penilaian amdal dan pemeriksaan UKL-UPL sudah harus menyesuaikan dan terminologi izin lingkungan sudah dapat digunakan dalam proses pengurusan izin usaha dan/atau kegiatan. Dimana izin lingkungan akan diterbitkan bersamaan dengan penerbitan surat keputusan kelayakan lingkungan dan rekomandasi UKL-UPL. Dalam hal dokumen amdal, maka pemrakarsa hanya akan menyerahkan dokumen KA-ANDAL, ANDAL dan RKL-RPL kepada Tim Teknis atau Komisi Penilai AMDAL dan tidak wajib membuat Ringkasan Eksekutif.
D.    Keputusan Gubernur
Pembangunan yang semakin meningkat akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan yang semakin besar dan memerlukan pengendalian sehingga pembangunan dapat dilaksanakan secara berkelanjutan. Pengaduan masyarakat atas kasus pencemaran maupun kerusakan lingkungan semakin meningkat sejalan dengan perkembangan pembangunan yang pesat dan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik. Diperlukan upaya penting dalam pengendalian dampak lingkungan adalah melakukan pengelolaan pengaduan kasus pencemaran maupun kerusakan lingkungan dan dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan lingkungan, perlu menetapkan Mekanisme Penanganan Pencemaran Lingkungan Hidup dengan keputusan Gubernur.
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Ruang lingkup mekanisme penanganan pencemaran lingkungan hidup meliputi:
a.       penanganan pencemaran lingkungan hidup dengan cara biasa;
b.      penanganan pencemaran lingkungan hidup secara dini (tindakan darurat);
c.       pelaksana utama/ujung tombak kegiatan ini berada pada tingkat Kotamadya/Kabupaten Adm. Kepulauan Seribu.
Pasal 3
1.      Penanganan pencemaran lingkungan hidup dengan cara biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a melalui koordinasi antara instansi yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup wilayah kotamadya/kabupaten administrasi Kepulauan Seribu.
2.      Penanganan pencemaran lingkungan hidup dengan cara dini (tindakan darurat) sebagaimana dimaksud dengan Pasal 2 huruf b, melakukan tindakan langsung bila terjadinya bahaya besar dan menelan korban jiwa.
LAPORAN MASYARAKAT
Pasal 4
1.      Laporan masyarakat di bidang lingkungan hidup sebagaimana dimaksud Pasal 2 dapat bersifat lokal dan lintas Kotamadya/Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu;
2.      Laporan masyarakat di bidang lingkungan hidup dikategorikan bersifat lokal apabila lokasi kegiatan dan/atau usaha serta dampak lingkungannya berada di dalam wilayah suatu wilayah Kotamadya/ Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu;
3.      Laporan Masyarakat di bidang lingkungan hidup dikategorikan bersifat lintas Kotamadya/Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu apabila lokasi kegiatan dan/atau usaha serta dampak lingkungannya meliputi dua atau Kotamadya/Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu;
4.      Laporan masyarakat di bidang lingkungan hidup dikategorikan bersifat lintas Kotamadya/Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu atau tingkat Provinsi apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a.       Pencemaran dan/atau perusakan lingkungan yang telah terjadi telah mengakibatkan korban jiwa;
b.      Pencemaran dan/atau perusakan lingkungan dan dampaknya melintasi batas Provinsi;
c.       Pencemaran dan/atau perusakan lingkungan yang disebabkan oleh limbah bahan berbahaya dan beracun;
d.      Pencemaran dan/atau perusakan lingkungan di luar wilayah laut 4 s.d. 12 mil.
INSTANSI PENERIMA PENGADUAN
Pasal 5
1.      Instansi penerima pengaduan adalah:
a.       Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup di tingkat Pemerintah Provinsi;
b.      Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup di tingkat Pemerintah Kotamadya/Kabupaten Administrasi kepulauan Seribu.
2.      Pejabat penerima laporan yang bersifat lokal pada instansi penerima pengaduan sebagaimana dimaksud ayat (1) di tingkat wilayah adalah:
a.       Lurah, di kelurahan yang diduga terjadi pencemaran lingkungan;
b.      Camat, di Kecamatan yang diduga terjadi pencemaran lingkungan;
c.       Kasudin Perindag Wilayah;
d.      Kasudin Pariwisata Wilayah;
e.       Kasudin Kesehatan Wilayah;
f.       Kasudin Pengairan PU Wilayah;
g.      Kasudin Jalan PU Wilayah;
h.      Kasudin Peternakan, Perikanan dan Kelautan Wilayah;
i.        Kasudin Pertambangan Wilayah;
j.        Kasudin Kebersihan Wilayah;
k.      Kasudin Perumahan Wilayah;
l.        Kasudin Tata Kota Wilayah;
m.    Kasudin P2B Wilayah;
n.      Kepala BPLHD Wilayah;
o.      Walikotamadya/Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu atau Kepala instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup di daerah Kotamadya/Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.
3.      Pejabat penerima laporan di tingkat Provinsi adalah:
a.       Gubernur Provinsi DKI Jakarta;
b.      Kepala BPLHD Provinsi DKI Jakarta;
c.       Kepala Dinas Perindag Provinsi DKI Jakarta;
d.      Kepala Dinas Pariwisata Provinsi DKI Jakarta;
e.       Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta;
f.       Kepala Dinas Pengairan PU Provinsi DKI Jakarta;
g.      Kepala Dinas Jalan PU Provinsi DKI Jakarta;
h.      Kepala Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta;
i.        Kepala Dinas Pertambangan Provinsi DKI Jakarta;
j.        Kepala Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta;
k.      Kepala Perumahan Provinsi DKI Jakarta;
l.        Kepala Dinas Tata Kota Provinsi DKI Jakarta;
m.    Kepala Dinas P2B Provinsi DKI Jakarta;
n.      Kepala Biro ASP Provinsi DKI Jakarta.
4.      Pejabat penerima laporan yang bersifat lintas Kotamadya/Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu pada instansi penerima pengaduan sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah Gubernur atau Kepala instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup di Daerah Provinsi untuk pengaduan masyarakat di bidang lingkungan hidup.
TATA LAKSANA PENGAJUAN LAPORAN
Pasal 6
1.      Apabila masyarakat yang mengetahui atau menduga telah terjadinya suatu pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dapat melaporkan kepada:
a.       Pejabat pemerintahan terdekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 untuk laporan masyarakat di bidang lingkungan hidup bersifat lokal;
b.      Pejabat pemerintah di tingkat provinsi sebagaimana dimaksud pasal 5 ayat 2 untuk laporan masyarakat yang bersifat lintas wilayah;
c.       Pejabat pemerintah di tingkat provinsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 3 untuk masyarakat yang bersifat lintas wilayah.
2.      Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara lisan atau tertulis.
Pasal 7
1.      Dalam laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) pelapor harus memberikan informasi yang jelas tentang adanya pencemaran;
2.      Apabila pelapor memiliki data-data pendukung seperti photo, peta, hasil analisa laboratorium, dan lain-lainnya dapat disertakan atau dilampirkan pada pengaduan.




TATA LAKSANA PENGELOLAAN LAPORAN
Pasal 8
1.      Petugas pengelola laporan pada instansi penerima laporan pencemaran lingkungan selanjutnya mempelajari data-data pengaduan untuk menentukan klasifikasi pengaduan.
2.      Hasil klasifikasi laporan pencemaran lingkungan hidup dan langkah penanganannya dikategorikan menjadi:
a.       Bukan laporan pencemaran lingkungan hidup.
b.      Setelah melalui verifikasi ternyata laporan pencemaran lingkungan oleh masyarakat benar.
Pasal 9
Untuk menyelesaikan laporan masyarakat tentang pencemaran lingkungan hidup dibentuk Tim Penanganan Pencemaran Lingkungan Hidup Tingkat Kotamadya/Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dan Tim Penanganan Pencemaran Lingkungan Hidup Tingkat Provinsi yang ditetapkan dengan keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Pasal 10
Hasil temuan Tim Penanganan Pencemaran Lingkungan Hidup dapat berupa:
a.       Tidak merupakan kasus lingkungan tetapi permasalahan sosial lainnya seperti sengketa tanah, kecemburuan sosial dan sebagainya;
b.      Tidak terjadi pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, tetapi telah terjadi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan/atau perizinan di bidang lingkungan hidup;
c.       Telah terjadi pelanggaran yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang diselesaikan dengan perdata atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan;
d.      Telah terjadi pelanggaran yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup maka penyelesaiannya diserahkan kepada Polisi dan PPNS untuk dilakukan penyidikan.


2.3       Pengertian AMDAL
AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial- ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah satu syarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan. AMDAL digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberian ijin usaha dan/atau kegiatan.

2.3.1    Dampak Industri Terhadap Lingkungan
Pada dasarnya kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output). Keluaran yang dihasilkan suatu industri adalah berupa produk yang diinginkan beserta limbah. Limbah dapat yang bernilai ekonomis sehingga  dapat  dijual  atau  dipergunakan  kembali  dan  yang  tidak  bernilai ekonomis yang akan menjadi beban lingkungan. Limbah ini dikeluarkan melalui media udara, air dan tanah yang merupakan komponen ekosistem alam.
Lingkungan, yang merupakan wadah penerima akan menyerap bahan limbah tersebut sesuai dengan kemampuan asimilasinya. Kemampuan lingkungan untuk  memulihkan diri sendiri  karena  interaksi  pengaruh  luar,  disebut  daya tampung lingkungan. Daya tampung lingkungan antara tempat yang satu dengan tempat yang lain berbeda.
Bahan pencemar yang masuk ke dalam lingkungan akan berinteraksi dengan satu atau lebih komponen lingkungan. Perubahan komponen lingkungan secara fisika, kimia dan biologi sebagai akibat dari adanya bahan pencemar akan mengakibatkan perubahan kualitas lingkungan. Limbah yang mengandung bahan pencemar  akan  mengubah  kualitas    bila  lingkungan  tersebut  tidak  mampu memulihkan kondisinya sesuai dengan daya dukung yang ada padanya. Oleh karena itu sangat perlu diketahui sifat limbah dan komponen bahan pencemar yang terkandung dalam limbah tersebut.
Menurut Hukum Termodinamika II produksi dan konsumsi selalu diikuti
dengan  kenaikan  entropi.  Terjadinya  limbah  dan  pencemaran  merupakan
manifestasi kenaikan entropi. Industri tidak dapat menghindari hukum ini. Limbah
terbentuk dari proses produksi sampai barang selesai dikonsumsi. Secara umum
dapat dikatakan semakin tinggi tingkat produksi dan konsumsi semakin tinggi
pula  tingkat  limbah  yang  terbentuk.  Kota  dengan  tingkat  hidup  yang  tinggi
menghasilkan limbah yang lebih besar dibanding kota dengan tingkat hidup yang
rendah.
Pertumbuhan industri pada negara-negara berkembang justru memberikan
kontribusi terhadap perusakan lingkungan. World Resource Institute menyebutkan
pada tahun 1990-an pertumbuhan industri di negara-negara berkembang mencapai
5,6% bila dibandingkan dengan pertumbuhan di negara-negara yang sudah maju
(1%) (Surna T. Djajadiningrat, 2004). Pada umumnya industri yang tumbuh di
negara berkembang adalah industri kimia, kertas, tekstil dan pertambangan, yang
merupakan industri dengan kadar pencemaran pada udara, air maupun terhadap
lahan/tanah.
Permasalahan  lain  yang  terjadi  di  negara  berkembang  adalah  belum
adanya struktur hukum dan kelembagaan yang efektif untuk mengahadapi isu
pengendalian pencemaran. Laporan terakhir menyebutkan dalam Laporan Komisi
WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan (2001) bahwa ”hanya sedikit standar
kesehatan untuk membatasi pemaparan di tempat kerja; di sebagian besar negara,
proses penetapan standar baru pada tahap mengatur praktek kerja atau pemaparan
terhadap bahan toksik tidak ada, standar-standar sering tidak diterapka oleh karena
alasan politik atau ekonomi atau oleh karena pengawasnya tidak cukup terlatih.
Tambahan  pula  kebutuhan-kebutuhan  ijin  untuk  industri  yang  baru  jarang
mencakup dampak lingkungan sehingga menjadi sulit bagi pemerintah untuk
memperkirakan efek  dari  penggunaan  bahan  kimia  dan  proses  dari  industri
tersebut.
Perlu  dilakukan  penetapan  kualitas  lingkungan  untuk  mengendalikan pencemaran mengingat program industrialisasi sebagai salah satu sektor yang memberikan andil besar terhadap perekonomian dan kemakmuran suatu bangsa berbalik menjadi sumber bencana

2.3.2    Konsep Industri Berwawasan Lingkungan
Usaha pengendalian pencemaran dapat dilakukan melalui berbagai upaya. Pembangunan  industri  di  Indonesia  lebih  menitik  beratkan  pada  aspek pertumbuhan  ekonomi  telah  menjadikan  pertumbuhan  di  sektor  lain  tidak seimbang. Aspek sosial-budaya dan aspek lingkungan seperti diabaikan. Setelah muncul berbagai masalah barulah disadari bahwa pembangunan berkelanjutan adalah  suatu  keharusan.  Menurut  World  Comission  on  Environment  and Development  (1987), Pembangunan berkelanjutan adalah  pembangunan yang memenuhi  kebutuhan  masa  kini  tanpa  mengurangi  kemampuan  generasimendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Gagasan  Pembangunan  berkelanjutan  atau  dikenal   juga   dengan
pembangunan  berwawasan  lingkungan  secara  bertahap  mulai  dimasukkan
kedalam kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari
diberlakukannya  Undang-Undang  Nomor 4  Tahun 1982  tentang  Ketentuan-
ketentuan  Pokok  Pengelolaan  Lingkungan  yang  selanjutnya  direvisi  dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 yang kemudian direvisi dengan
Peraturan  Pemerintah  Nomor 51 Tahun 1993 dan  direvisi  kembali  dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan.
1.      Peraturan Perundangan Mengenai AMDAL
Pembangunan yang berlangsung saat ini baik langsung maupun tidak langsung  akan  memberikan  tekanan  terhadap  lingkungan  yang  beresiko mencemari dan merusak lingkungan. Oleh karenanya pembangunan seharusnya mengikuti konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan dilakukan tidak  hanya  secara  fisik  tetapi  juga  dengan  mempertimbangkan  kelestarian sumberdaya alam serta kesejahteraan manusia di sekitarnya. Gagasan Pembangunan Berkelanjutan secara bertahap mulai dimasukkan kedalam kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari diberlakukannya peraturan perundangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup.
2.      Peraturan Perundangan AMDAL pada Sektor Industri
Industri yang wajib melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) tercantum dalam Keputusan  Menteri  Negara  Lingkungan  Hidup
Nomor 17  tahun 2001,  kegiatan  bidang  perindustrian  pada  umumnya
menimbulkan pencemaran air,  udara,  tanah,  gangguan  kebisingan,  bau,  dan getaran. Beberapa jenis industri menggunakan air dengan volume sangat besar, yang diperoleh baik dari sumber air tanah ataupun air permukaan. Penggunaan air ini berpengaruh terhadap sistem hidrologi sekitar. Berbagai potensi pencemaran, gangguan fisik dan gangguan pasokan air tersebut di atas menimbulkan dampak sosial.  Beberapa jenis industri yang sudah memiliki teknologi memadai untuk mengatasi dampak negatif yang muncul, sehingga tidak termasuk dalam daftar berikut,  tetapi  menggunakan areal    yang luas tetap wajib dilengkapi dengan AMDAL (nomor 15), terdiri dari:
a.       Industri Semen (yang dibuat melalui produksi klinker)
b.      Industri pulp atau industri kertas yang terintegrasi dengan industri pulp (tidak termasuk pulp dari kertas bekas dan pulp dari industri kertas budaya)
c.       Industri petrokimia hulu
d.      Industri pembuatan besi dasar atau baja dasar (iron and steel making) meliputi usaha pembuatan besi dan baja dalam bentuk dasar seperti pellet bijih besi, besi spons, besi kasar/pig iron, paduan besi/alloy, ingot baja, pellet baja, baja bloom, dan baja slab.
e.       Industri pembuatan timah (Pb) dasar termasuk industri daur ulang.
f.       Industri pembuatan tembaga (Cu) dasar/katoda tembaga (bahan baku dari Cu  konsentrat).
g.       Industri pembuatan alumunium dasar (bahan baku dari alumina)
h.      Kawasan industri (termasuk komplek industri terintegrasi)
i.        Industri galangan kapal dengan sistem graving dock
j.        Industri pesawat terbang
k.      Industri senjata, amunisi dan bahan peledak
l.        Industri baterai kering (yang menggunakan merkuri/Hg).
m.    Industri baterai basah (akumulator listrik).

2.3.3    Kegunaan AMDAL
1.      Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah.
2.      Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
3.      Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
4.      Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
5.      Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan.
6.      Memberikan alternatif solusi minimalisasi dampak negatif.
7.      Digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberi ijin usaha dan/atau kegiatan.


                                                                                                       
2.3.4    Pihak-Pihak yang Menyusun AMDAL
Dokumen AMDAL harus disusun oleh pemrakarsa suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.Dalam penyusunan studi AMDAL, pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk menyusunkan dokumen AMDAL. Penyusun dokumen AMDAL harus telah memiliki sertifikat Penyusun AMDAL dan ahli di bidangnya. Ketentuan standar minimal cakupan materi penyusunan AMDAL diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal Nomor 09/2000.
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah Komisi Penilai AMDAL, pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan. Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota.
Unsur pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota
Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan. Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan antara lain sebagai berikut: kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya. Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati.


2.3.5    Dampak Dari Lingkungan Yang Buruk
Salah satu dampak yang paling dirasakan oleh manusia apabila dalam pelaksanaan amdal yang tidak memadai ( buruk ) adalah banjir. Banjir adalah dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang begitu besar. Sedangkan banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba yang disebabkan oleh karena tersumbatnya sungai maupun karena pengundulan hutan disepanjang sungai sehingga merusak rumah-rumah penduduk maupun menimbulkan korban jiwa.
Bencana banjir hampir setiap musim penghujan melanda Indonesia. Berdasarkan nilai kerugian dan frekuensi kejadian bencana banjir terlihat adanya peningkatan yang cukup berarti. Kejadian bencana banjir tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor alam berupa curah hujan yang diatas normal dan adanya pasang naik air laut. Disamping itu faktor ulah manusia juga berperan penting seperti penggunaan lahan yang tidak tepat (pemukiman di daerah bantaran sungai, di daerah resapan, penggundulan hutan, dan sebagainya), pembuangan sampah ke dalam sungai, pembangunan pemukiman di daerah dataran banjir dan sebagainya.


BAB III
METODOLOGI PENULISAN


3.1       Diagram Alir Penulisan
            Diagram alir dalam penulisan makalah ini merupakan gambaran tahapan yang dilakukan dalam menulis makalah. Berikut adalah diagram alir penulisan makalah.
3.2       Penjelasan Diagram Alir Penelitian
            Langkah pertama pada penelitian tentang analisis dampak lingkungan dari adalah inisialisasi. Inisialisasi merupakan langkah awal dari penelitian yang dimulai dengan pemilihan tempat yang akan diteliti yang sesuai dengan kriteria yaitu sebuah bangunan yang akan membawa dampak lingkungan bagi masyarakat yang tinggal disekitar bangunan tersebut.  Tempat yang terpilih adalah bangunan baru di sekitar Cimanggis yaitu Mall Cimanggis Square. Langkah kedua adalah mencari materi-materi tentang lingkungan hidup seperti aturan hukum menenai lingkungan hidup, Undang-undang lingkungan hidup, peraturan menteri tentang lingkungan hidup, peraturan pemerintah tentang lingkungan hidup, teori dari buku atau sumber lain tentang lingkungan hidup, peraturan gubernur tentang lingkungan hidup dan peraturan pemerintah tentang lingkungan hidup. Teori tersebut merupakan landasan dari penelitian pendirian bangunan Mall Cimanggis Square. Selain itu materi yang dicari adalah tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Setelah melakukan itu semua langkah selanjutnya adalah membuat pertanyaan untuk mewawancarai responden sekitar Mall Cimanggis Square. Langkah selanjutnya setelah membuat pertanyaan yaitu melakukan survey lapangan ke Mall Cimanggis Square Depok dengan mencari 6 responden masyarakat sekitar dan mewawancari keenam  responden tersebut apabila belum sampai enam responden maka harus mencari responden lagi sampai mendapatkan enam responden. Bila sudah mendapatkan 6 responden langkah selanjutnya adalah membahas hasil wawancara tersebut dan menganalisa hasil dari teori aturan hukum menenai lingkungan hidup, Undang-undang lingkungan hidup, peraturan menteri tentang lingkungan hidup, peraturan pemerintah tentang lingkungan hidup, teori dari buku atau sumber lain tentang lingkungan hidup, peraturan gubernur tentang lingkungan hidup, peraturan pemerintah tentang lingkungan hidup dan hasil wawancara dari keenam responden. Langkah selanjutnya adalah memberikan solusi terbaik atau solusi pencegahan dari dampak lingkungan yang ditimbulkan dari pembangunan Mall Cimanggis Square. Terakhir adalah membuat kesimpulan dari penelitian tentang analisis dampak lingkungan dari pembangunan Mall Cimanggis Square Depok.




BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS


4.1       Survey Lapangan Mall Cimanggis Square
Pembangunan mall akhir – akhir ini semakin meningkat, seiring dengan pertumbuhan pembangunan di kota – kota besar. Salah satunya adalah pembangunan mall Cimanggis Square yang terletak di Jl. Raya Bogor, Depok. Cimanggis Square diresmikan oleh walikota Depok pada tanggal 30 Januari 2012. Beberapa dampak ditimbulkan dari pembangunan Cimanggis Square ini, baik dampak negatif maupun dampak positif. Untuk mengetahui dampak negatif dan dampak positif yang diperoleh dari pembangunan Cimanggis Square, maka dilakukan wawancara kepada masyarakat yang tinggal di sekitar mall tersebut. Wawancara dilakukan kepada tiga narasumber dan berikut merupakan pertanyaan beserta jawaban yang diperoleh dari masing – masing narasumber.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan:
1.      Siapa nama anda?
2.      Umur anda berapa?
3.      Anda warga Depok asli atau pindahan?
4.      Pekerjaan anda sehari-hari apa?
5.      Berapa lama anda tinggal di daerah sekitar mall Cimanggis Square?
6.      Sudah berapa lama mall Cimanggis Square dibangun?
7.      Anda setuju atau tidak bila dibangun mall Cimanggis Square?
8.      Menurut anda bagus atau tidak ada pembangunan mall disekitar sini?
9.      Bagaimana perbedaan sebelum mall dibangun dan sesudah mall dibangun?
10.  Apa yang anda harapkan dari pembangunan Cimanggis Square ini?
Narasumber pertama
1.      Rohadi.
2.      45 tahun.
3.      Warga Depok asli.
4.      Tukang parkir.
5.      Saya dari lahir udah disini mbak, dari jaman daerah sini masih sawah-sawah semuanya
6.      Ini bangunan baru mbak, ya kira-kira baru 1thn kurang lah.
7.      Ya setuju gak setuju sih mbak, soalnya kan kita warga kecil nih jadi gak bisa berbuat banyak, tapi sebenernya gak setuju, ya berhubung kita warga kecil jadi gak bisa berbuat apa-apa deh.
8.      Ya namanya ada gedung baru ya gak bagus lah mbak banyak banget dampak negatif yang terjadi di daerah Cimanggis sini.
9.      Perbedaannya banyak mbak, ada positif sama negatifnya. Kalo ampak positifnya pertama saya dapet pekerjaan baru walaupun jadi tukang parkir, tapi kan lumayan buat tambah-tambah uang jajan anak, selain itu ya buat tempat hiburan aja sih. Kalo dampak negatifnya banyak banget mbak, yaitu macet, polusi udara, kalau dirumah saya jadi susah air, karena udah kesedot sama mall nya mungkin ya, sampah berserakan dimana-mana. Waktu hujan deras kemarin, rumah saya kena banjir mbak, padahal sebelum ada pembangunan mall ini rumah saya jarang banget banjir, tapi sekarang hujan sedikit saja sudah banjir.
10.  Ya saya sih berharap seharusnya dari dampak negatif yang masyarakat sini alami ya pihak perusahaan kasih kompensasilah ke masyarakat, terus kasih sosialisasi jangan main bangun-bangun aja, terus gak mikirin masyarakat kecil kaya kita.
Narasumber 2
1.      Siti Aminah.
2.      52 tahun.
3.      Warga Depok asli.
4.      Ibu rumah tangga.
5.      Saya dari lahir udah disini mbak.
6.      Ini bangunan baru mbak ya kira-kira baru 1 tahun kuranglah.
7.      Saya tidak setuju mbak, karena banyak sekali dampak negatif yang masyarakat sini dapatkan.
8.      Karena saya tidak setuju ya jadi menurut pendapat saya pembangunan gedung ini tidak bagus
9.      Setelah mall ini dibangun, lapangan kerja jadi bertambah mbak, jadi ngurangin pengangguran deh mbak. Tapi setelah ada mall ini air tanah jadi sedikit keluarnya mbak. Banjir juga menjadi dampak negatif dari pembangunan mall Cimanggis Square ini. Udah gitu macet mbak, polusi lagi, soalnya siang-siang semakin banyak kendaraan bermotor yang lewat sini. Padahal waktu mall ini belum dibangun, air disini banget mbak.
10.  Ya kalo saya sih maunya peninggian jalan di perumahan sini aja biar gak banjir, terus sampahnya jangan dibuang ke kali lah, soalnya pasti menyebabkan banjir, itu aja sih yang saya harapkan.
Narasumber 3
1.      Anto Juliyansyah
2.      27thn
3.      Warga Depok asli
4.      Pegawai Swasta
5.      Warga Depok asli, saya dari lahir sudah disini.
6.      Ini bangunan baru mbak, ya kira-kira baru 1thn kurang lah.
7.      Saya tidak setuju mbak, karena makin macet aja ini jalanan.
8.      Pembangunan gedung ini membawa banyak dampak yang negatif, jadi ya tidak bagus.
9.      Ya setelah ada Cimanggis Square kota Depok semakin lebih maju semakin banyaknya pembangunan, selain itu mempercantik kota Depok terutama di lingkungan sini. Selain itu juga menambah lapangan kerja bagi warga Depok dan sekitarnya. Tapi setelah ada mall, disini jadi sering banjir mbak. Soalnya sampah yang dihasilkan dari pengunjung mall yang dibuang sembarangan membuat kali semakin menumpuk sampah dan resapan air semakin kurang semenjak adanya pembangunan mall ini. Apabila banjir terjadi aktivitas warga sini menjadi terhambat, aktivitas saya juga menjadi terhambat. Padahal sebelum adanya mall ini, ngga kaya gitu mbak.
10.  Saya sih gak berharap banyak, ya paling tidak, banjir disini bisa dikurangilah intensitasnya supaya aktivitas warga daerah sini tidak terganggu.
Narasumber 4
1.      Susan
2.      45 tahun.
3.      Warga Depok asli.
4.      Pembantu.
5.      Ya, sekitar 30 tahunan lah mbak.
6.      Kalo ngga salah sih udah 1 tahunan lah mbak.
7.      Hmm,, ya gitu deh mbak. Ada enaknya ada ngganya juga.
8.      Biasa aja deh mbak.
9.      Yang jelas setelah ada mall ini, jalanan jadi sering macet. Udah gitu jadi rame dan berisik. Padahal dulu ngga gini mbak.
10.  Kalo saya sih berharapnya mall ini bisa nambah lapangan pekerjaan.
Narasumber 5
1.      Retno.
2.      25 tahun.
3.      Saya aslinya orang Bandung, disini saya ngekos aja.
4.      Karyawati.
5.      Ya, sekitar 3 tahunan mbak.
6.      Kayanya belum nyampe 1 tahunan deh mbak.
7.      Kalo saya sih setuju banget mbak. Soalnya saya jadi gampang beli keperluan sehari – hari mbak.
8.      Bagus banget mbak.
9.      Kalo menurut saya, paling cuma macet doang sih mbak yang berasa. Kalo dulu sih macet ngga begitu parah banget kaya gini mbak.
10.  Saya sih maunya mall ini lebih menyediakan barang – barang yang lebih bagus tapi murah.
Narasumber 6
1.      Agung.
2.      20 tahun.
3.      Saya aslinya tinggal di Jakarta. Saya disini ngontrak sama temen – temen satu kampus.
4.      Mahasiswa.
5.      Ya, sekitar 3 tahunan mbak.
6.      Belum terlalu lama deh kayanya mbak. Kalo ngga salah belum 1 tahunan deh mbak.
7.      Setuju – setuju aja mbak.
8.      Tergantung sih mbak. Kalo dilihat dari segi ekonomi, ya bagus mbak. Soalnya, meningkatkan pendapatan daerah. Tapi banyak juga sih dampak negatifnya.
9.      Sesudah mall ini dibangun, angkot jadi makin banyak yang ngetem nunggu penumpang, apalagi kalo malam minggu. Kalo sebelum ada mall ini sih biasa – biasa aja mbak. Soalnya saya juga ngga terlalu tahu banget daerah sini.
10.  Kalo bisa banyak menyedeakan kebutuhan – kebutuhan mahasiswa. Yaa kaya toko buku gitu mbak. Kalo bisa, toko bukunya diperlengkap lagi persediaan bukunya.
Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh, maka dapat disimpulkan dampak yang ditimbulkan dari pembangunan mall tersebut, baik dampak negatif maupun dampak positif. Dampak negatif yang ditimbulkan dari pembangunan mall Cimanggis Square adalah meningkatnya tingkat kemacetan di lingkungan sekitar Cimanggis Square. Berdasarkan letaknya, mall Cimanggis Square berada di kawasan yang padat dan macet. Hal tersebut disebabkan karena mall tersebut berdekatan dengan rumah sakit, pabrik dan pasar tradisional. Selain itu, dampak negatif lain yang ditimbulkan adalah menghambat gerakan angin, sehingga sirkulasi angin tidak stabil dan selalu bergerak ke atas membawa partikel – partikel polutan ke udara. Hal tersebut wajar saja terjadi karena setelah adanya pembangunan mall, otomatis wilayah tersebut akan lebih ramai karena masyarakat akan berbondong-bondong datang ke tempat tersebut sehingga jika hal itu terjadi pasti banyak kendaraan yang berlalu-lalang didaerah tersebut, Akibatnya banyak asap yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor, karena hal itulah maka menyebabkan terjadinya polusi udara. Berkurangnya drainase resapan air disekitar lingkungan mall. Maka untuk menghindari banjir, harus dilakukan pembangunan yang berwawasan lungkungan dan kapasitas selokan dengan lintasan air harus seimbang. Selain itu, perlu diadakan perencaan yang terkonsep agar selokan yang dibuat dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Jika selokan beralih fungsi menjadi pembuangan sampah, maka akibatnya akan terjadi penyumbatan sehingga saluran air tidak lancar. Selokan juga perlu diadakan tinjauan, karena dalam waktu yang cukup lama akan terjadi sedimentasi dalam selokan tersebut sehingga untuk menyelesaikan masalah ini perlu diadakan pengerukan agar saluran air lancar. Timbulnya efek rumah kaca, yang dapat terjadi apabila polusi udara yang terjadi berlebihan yang ditimbulkan oleh asap kendaraan bermotor sehingga menyebabkan udara panas. Selain itu, sinar matahari tidak bisa diserap secara langsung oleh tanah karena adanya paving di mall tersebut. Terjadinya perubahan karakteristik tanah di sekitar lingkungan mall Cimanggis Square dan dampak negatif lainnya.
Selain dampak negatif yang ditimbulkan dari pembangunan mall Cimanggis Square, mall tersebut juga memberikan dampak yang positif bagi lingkungan sekitar dan juga masyarakat. Dampak positif yang diperoleh dari pembangunan mall Cimanggis Square adalah menambah lapangan pekerjaan sehingga dapat mengurangi angka pengangguran, menambah pendapatan keuangan daerah, menjadikan kota Depok lebih maju dan modern, mempercantik tata letak kota Depok dan dampak positif lainnya.

4.2       Peranan AMDAL Terhadap Pembangunan Mall
Suatu mall tidak akan berjalan apabila tidak ada mempunyai ijin AMDAL mendirikan bangunan tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengkaji mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup. Dan diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan tersebut. Untu mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dalam pembangunan sebuah mall, maka harus diperhatikan syarat – syarat dalam mendirikan sebuah bangunan.  Menurut Penataan Pasar Modern Pasal 12 Bagian Kedua Nomor 20 Tahun 2009, syarat – syarat dalam mendirikan bangunan adalah:
1.   Lokasi pendirian pasar modern wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten, termasuk pengaturan zonasinya.
2.   Penyelengaraan dan pendirian pasar modern wajib memenuhi ketentuan,sebagai berikut:
a.   Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan pasar tradisional, usaha kecil, dan usaha menengah yang ada di wilayah yang bersangkutan.
b.  Memperhatikan jarak dengan pasar tradisional maupun pasar modern lainnya.
c.   Pasar modern dapat dibangun dengan jarak radius terdekat dari pasar tradisional minimal 1000 meter.
d.   Menyediakan fasilitas yang menjamin pasar modern yang bersih sehat, hygienis, aman, tertib dan ruang publik yang nyaman.
e.   Menyediakan fasilitas tempat usaha bagi usaha kecil dan menengah,pada posisi yang sama-sama menguntungkan.
f.    Menyediakan fasilitas parkir kendaraan bermotor dan tidak bermotor yang memadai di dalam area bangunan.
g.   Menyediakan sarana pemadam kebakaran dan jalur keselamatan bagi petugas maupun pengguna pasar modern dan toko modern.
h. Pemberian ijin usaha pasar modern wajib memperhatikan pertimbangan Kepala Desa/Lurah dan BPD/LPM.
i.    Pendirian Pasar Modern khususnya Minimarket diutamakan untuk diberikan kepada pelaku usaha yang domisilinya sesuai dengan lokasi Minimarket tersebut.
3.  Perkulakan hanya boleh berlokasi pada akses sistem jaringan jalan arteri atau kolektor primer atau arteri sekunder.
4.   Hypermarket dan Pusat Perbelanjaan:
a.   Hanya boleh berlokasi pada akses sistem jaringan jalan arteri atau kolektor.
b.   Tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lokal atau lingkungan di dalam kota/perkotaan.
5.   Supermarket dan Departemen Store:
a.   Tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan jalan lingkungan.
b.   Tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lingkungan di dalam kota/perkotaan.
6.   Minimarket
a. Dapat berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk pada sistem jaringan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di dalam kota/perkotaan.
b.   Jumlah minimarket untuk setiap kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di dalam kota/perkotaan maksimal hanya ada 2 (dua) minimarket dalam jarak 2 km.

4.3       Analisis dan Solusi
Berdasarkan hasil survey lapangan yang telah dilakukan, serta berdasarkan teori yang diperoleh mengenai peranan AMDAL dalam pembangunan mall, maka diperoleh analisis dan solusi. Dari berbagai dampak yang dapat diketahui diatas, dapat diperoleh analisa dari segi kesehatan, lingkungan dan sosial, bahwa pembangunan mall Cimanggis Square yang terletak di Jl. Raya Bogor, Depok, banyak mengakibatkan gangguan dan resiko. Mall Cimanggis Square terletak di daerah yang padat kendaraan, ditambah lagi lokasi mall tersebut berdekatan dengan pabrik, rumah sakit dan pasar tradisional.
Solusi yang dapat diberikan adalah pemerintah harus lebih tegas lagi dalam menyikapi pembangunan mall dan berpotensi memacetkan lalu lintas. Apalagi, banyak sekali keberadaan mall yang memberikan peluang bagi pedagang kaki lima untuk membuka lapaknya di trotoar di depan mall. Untuk pembangunan mall selanjutnya, lebih baik lebih memperhatikan AMDAL dan syarat – syarat dalam mendirikan sebuah bangunan, guna mengurangi dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari pembangunan tersebut. Selain itu, dari pihak mall (Cimanggis Square) juga harus mengambil tindakan guna mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari pembangunan mall tersebut. Tindakan yang harus dilakukan misalnya adalah membenahi jalur pintu masuk atau keluar kendaraan, begitu juga dengan pengelolaan parker dan sistem penyeberangan yang tidak mengganggu arus lalu lintas di tempat tersebut.



 
BAB V
KESIMPULAN


5.1       Kesimpulan
            Berdasarkan pembahasan dan analisis yang telah dilakukan, maka didapatkan kesimpulan bahwa pembangunan mall Cimanggis Square masih belum memperhatikan AMDAL dan aturan hukum mengenai lingkungan hidup. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan dari pembangunan mall Cimanggis Square.